PANDEMI Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun dan belum juga berakhir, tak hanya berdampak pada kematian, kesakitan, kebangkrutan serta kesulitan ekonomi, namun juga menimpa kesehatan mental atau kesehatan jiwa. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei kesehatan jiwa, terkait Covid-19. Mereka memeriksa tiga masalah psikologis, yaitu cemas, depresi, dan trauma psikologis. Hasilnya, sebanyak 68 persen responden mengaku cemas, 67 persen depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis.
Gegara pandemi Covid-19 kini banyak bermunculan masalah kesehatan mental. Pembatasan sosial serta protokol kesehatan yang ketat, membuat sebagian orang menjadi tidak nyaman dan tertekan. Akibatnya, masalah kesehatan mental pun bermunculan mulai dari kecemasan, mudah marah, merasa tidak bahagia dan lainnya.
Mengutip siaran resmi Good Doctor Technology Indonesia (GDTI) pada Senin, psikolog Inez Kristanti, M.Psi memaparkan tentang status kesehatan mental di Indonesia selama pandemi Covid-19.
Sebuah studi dari Iskandarsyah, A. (2020, 29 April) dengan 3.686 responden dari 33 provinsi di Indonesia menunjukkan, bahwa 72 persen partisipan dilaporkan mengalami kecemasan dan 23 persen partisipan dilaporkan merasa tidak bahagia.
Inez menjelaskan, bahwa gejala kecemasan antara lain kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir yang berlebihan, mudah marah dan kesal, serta sulit merasa rileks.
“Sementara itu, gejala depresi yang dilaporkan, antara lain masalah tidur, kurangnya kepercayaan diri, kelelahan, dan kehilangan minat,” kata Inez.
Bukan hanya pembatasan sosial, yang menyebabkan masalah kesehatan mental. Para penyintas Covid-19 pun merasakan gangguan mental ini, khususnya mereka yang mengalami long Covid.
Dokter spesialis penyakit dalam dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD dari GDTI mengatakan, Covid -19 adalah penyakit yang memiliki efek jangka panjang. Terdapat literatur yang menyebutkan, bahwa setahun setelah terpapar Covid-19, hampir 50 persennya masih merasakan, setidaknya satu gejala.
Gejala yang dialami penyintas Covid-19 setelah 12 bulan atau lebih, bervariasi mulai dari sesak napas, cemas, depresi, lelah, dan capai. Misalnya, olahraga dengan intensitas rendah yang dilakukan hanya sebentar membuat merasa lelah. Sedangkan 70 persen dari mereka yang 6 bulan telah sembuh dari Covid-19 disebut masih merasakan beberapa gejala.
“Long Covid-19 adalah apabila setelah empat pekan sejak mulai merasakan gejala Covid-19 sampai dinyatakan negatif, masih timbul gejala sisa. Gejala ini dapat berupa sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan,” ujar dr. Jeffri.
Lebih lanjut dr. Jeffri menjelaskan virus corona juga dapat menyebabkan aspek kognitif yang terdiri dari penalaran dan analisis mengalami penurunan. Hal ini akan sangat berdampak pada produktivitas seseorang.
“Kognitif yang terganggu akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada outcome atau produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Performa negara ini terhadap negara-negara lain akan makin tertinggal,” kata dr. Jeffri.
Sebuah studi yang dipublikasikan di The Lancet pada April 2021, menemukan, bahwa sepertiga pasien Covid-19 telah didiagnosis dengan gejala neurologis atau psikologis, termasuk kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan psikosis, dalam 6 bulan setelah mereka tertular Covid-19.
“Paling banyak yang datang ke kami adalah yang mengalami gangguan psikosomatis dan kecemasan,” kata dr. Jeff.
Sementara itu, Ratih Ibrahim, M.M., Psikolog Klinis, CEO & Founder Personal Growth dan Sahabat Sentra Vaksinasi Serviam yang juga penyintas Covid mengakui, bahwa ketakutan, kengerian, paranoid, kecemasan (PTSD) tetap ada sekalipun sudah dinyatakan sembuh.
“Kesehatan mental perlu diperhatikan, apabila seseorang mengalami Long Covid-19, apalagi karena mereka akan merasakan frustrasi karena gejala penyakit masih dirasakan walaupun mereka sudah dinyatakan sembuh. Dalam perjalanan untuk sembuh dari Long Covid-19, para pasien harus mengerti bahwa ini merupakan sebuah proses,” ujar Ratih.
Discussion about this post