Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei kesehatan jiwa terkait Covid-19. Mereka memeriksa tiga masalah psikologis yaitu cemas, depresi, dan trauma psikologis. Hasilnya, sebanyak 68 persen responden mengaku cemas, 67 persen depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis.
Gejala cemas paling utama yang dirasakan responden adalah merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir berlebih, mudah marah atau jengkel, dan sulit untuk rileks.
Sementara gejala depresi utama yang dirasakan gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah tidak bertenaga, dan kehilangan minat. Hal itu dirasakan oleh para responden pada separo waktu dan hampir sepanjang hari dalam dua minggu terakhir. Sementara itu, trauma psikologis berkaitan dengan responden yang mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait Covid-19.
Survei tersebut melibatkan 1.522 responden dan paling banyak adalah perempuan 76,1 persen dengan usia minimal 14 tahun dan maksimal 71 tahun. Responden paling banyak berasal dari Jawa Barat 23,4 persen, DKI Jakarta 16,9 persen, Jawa Tengah 15,5 persen, dan Jawa Timur 12,8 persen.
WHO juga mengingatkan dampak jangka panjang Covid-19 terhadap kesehatan mental. Berdasarkan laporan terbaru WHO, dampak pandemi Covid-19 pada kesehatan mental, akan terasa untuk waktu yang lama. Masalah tersebut, dinilai harus dapat ditangani secara terbuka, sama seperti pemulihan sosial dan ekonomi.
Direktur WHO Eropa, Hans Kluge, mendesak negara-negara anggota untuk berupaya mengurangi beberapa tekanan psikologis akibat pandemi Covid-19.
Hal itu ia utarakan saat menyampaikan pidato pembukaan pada konferensi, yang didedikasikan untuk laporan baru tentang kesehatan mental oleh kantor Organisasi Kesehatan Dunia Eropa.
“Orang-orang di kawasan Eropa benar-benar hancur, di bawah tekanan Covid-19 dan konsekuensinya,” ujarnya.
Kata dia, menempatkan reformasi kesehatan mental di jantung pemulihan sosial dan ekonomi, akan membutuhkan “banyak keberanian dan ketabahan.”
Laporan WHO memperingatkan, bahaya pandemi terhadap psikologis orang-orang di Eropa. Kekhawatiran akan tertular dan lamanya waktu isolasi diri yang ekstensif, terbukti merusak mental banyak orang. Selain itu, orang-orang juga terganggu oleh kekhawatiran tentang pengangguran dan krisis keuangan.
Dokumen tersebut membuat beberapa rekomendasi, seperti misalnya dukungan psikologis melalui sarana digital dan lainnya. WHO juga menyerukan, lebih banyak kesadaran di tempat kerja dan dukungan keuangan bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan.
Badan PBB itu juga mendesak pihak berwenang untuk mengatasi akar penyebab kecemasan mental, termasuk kemiskinan atau ketidaksetaraan sosial ekonomi lainnya. Masalah kesehatan mental harus ditangani secara terbuka, sama seperti masalah pemulihan ekonomi sosial, kata badan PBB itu.
“Ini adalah kesempatan yang tidak bisa dilewatkan oleh negara mana pun, jika kita ingin membangun kembali (kehidupan) dengan lebih baik dan lebih kuat,” kata Kluge. **
Berita ini telah terbit di Tabloid Matra Bisnis Edisi Oktober 2021.
Discussion about this post