JAS-B adalah singkatan dari kata Jujur, Akur, Sukses Bersama. Itu adalah nama kelompok tani atau Poktan yang diketuai oleh Naweri, lelaki berdarah Madura berusia 45 tahun. Punya satu isteri, sembilan anak.
Naweri merupakan salah satu korban dari kerusuhan di Monterado Kabupaten Bengkayang tahun 1997. Dia terpaksa meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke mana-mana hingga menggelandang ke Medan. Memutuskan menetap di Pontianak tanpa menggenggam Rupiah sebagai alat bertahan hidup, hutangnya pun menumpuk.
Semangat hidupnya untuk bangkit kembali begitu kuat. Naweri malah tujuh kali bolak balik ke Kuala Lumpur hanya untuk bekerja. Menjadi TKI ilegal, dia sempat menikmati “nginap” di hotel Prodeo, alias dibui. Tapi dasar Naweri, orangnya selalu enjoy. Dia tak peduli nasib yang menimpa dirinya. Jadi apa pun dia siap dan selalu siap. Tidur di mana saja dia pasti bilang siap, disuguhi makanan apa pun juga dijawab siap.
Setelah capek wara wiri, akhirnya Naweri memilih Kota Singkawang untuk memulai kehidupan baru yang lebih bermakna. Tahun 2001, dia memutuskan menjadi petani hortikultura. Dengan lahan SKT senilai Rp 15 juta, lahan gersang di Singkawang Selatan ini, digarap Naweri dengan gigih. Dia bertanam talas atau keladi dan jagung manis. Hasilnya memuaskan, dia pun menambah luas lahannya, dengan modal pinjaman ke bank hingga pegadaian. Lahannya kini sudah seluas 60 hektar.
Naweri mengajak masyarakat di sekitarnya untuk ikut menggarap. Mereka para lansia pun tak segan minta diajak. Ibu-ibu yang pendengarannya sudah berkurang pun ikut bekerja di sini.
“Ternyata orang tua itu, semakin tua tidak mau diam, dibantu mereka untuk bergerak saja, sudah senang hatinya,” cerita Naweri.
Tahun 2010 daerah yang dikelola Naweri ditetapkan sebagai Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S). Dia mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah, yang menjadikan lahan garapannya sebagai P4S yang pertama di Singkawang. Masyarakat bisa belajar pertanian di sini, dari pelajar hingga mahasiswa.
Ketika itu JAS-B memiliki 32 orang penggarap dan terus bertambah, sampai sekarang sudah mencapai 120 orang. Naweri menjadi motor penggerak, dia membiayai kebutuhan kelompok taninya, dari benih hingga pemasaran. Kehidupan petani pun mulai merangkak naik, mereka bisa menutupi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak-anaknya.
“Apapun kebutuhan petani, akan saya usahakan penuhi, walaupun saya harus menggadaikan barang saya, atau meminjam dana ke bank. Anggota yang butuh dana, saya pinjamkan tanpa bunga. Karena itu uang mereka juga,” tutur Naweri.
Discussion about this post