Karena sering mendengar dentingan sape setiap hari, Fery akhirnya kepincut dan selalu merindukan petikannya apalagi ketika ia sedang berada jauh dari kampung halamannya. Baru ketika menginjak bangku SMA, Fery mulai menseriusi sape. Ia belajar secara otodidak.
“Suara sape sangat beda di telinga. Unik dan memberi getaran lain dan sangat indah,” cetus Fery.
Terus belajar sekaligus memahami sape, mengantarkan Fery ke panggung- panggung besar, diawali dengan panggung Taman Budaya tahun 1997 berlanjut ke banyak panggung hingga ke luar negeri, dari mewakili daerah sampai tampil profesional dan membuahkan emas di tangannya, pada sebuah pesta paduan suara gerejawi di Sulawesi Utara 2012 lalu.
Kini, di tangan Fery, sape yang musik etnik atawa tradis ini, mampu tampil mendunia, bahkan genre musik apa pun sanggup didentingkannya. Bagi Fery alat-alat yang kita anggap modern sekarang, dulunya juga tradisional. Makanya ia punya keinginan, nantinya sape menjadi musik modern yang diketahui lahir dari Kalimantan menembus dunia dan sejajar dengan gitaris hebat lainnya. **
Penulis. Yuli.S
Discussion about this post