Pertanian horti yang dikembangkan Naweri terbilang sukses. Produksi keladi dan jagung manisnya sebagian besar masuk pasar daerah Kalbar, di antaranya Pinyuh, Mempawah, Kayong Utara, Ketapang, Sintang dan terbesar dipasarkan di Flamboyan Pontianak, yang per harinya bisa mencapai 2 ton.
Harga dari petaninya hanya sekira Rp 4.000- Rp 4.500 per kilo, sampai di pasaran bisa di harga Rp 6.000 hingga Rp 7.000. Di Kayong Utara malah lebih mahal, bisa dijual seharga Rp 50 ribu per kilonya.
Diakui, talas atau keladi produksi JAS-B memang beda dari keladi jenis lain. Rasanya empuk dan paling enak dibuat keripik. Dari buah hingga batang pohon dan kelepaknya semua bisa dimakan, tidak ada gatal, kecuali jika dipanen ketika musim hujan, bisa gatal. Tanaman ini, enam bulan saja sudah bisa dipanen, namun untuk ukuran terbaiknya panen di usia tujuh bulan.
Sekarang Naweri sudah bisa lega, dia tak perlu lagi wara wiri ke mana-mana untuk menyambung hidupnya. Bisa dikata, dia sudah menjadi bos pertanian horti, panennya melimpah, anak buahnya lumayan banyak. Bahkan bantuan pun mengalir.
Yang baru saja diterimanya adalah bantuan dari Bank Indonesia, berupa peralatan pertanian yang sangat disyukurinya. Ke depan, Naweri masih berharap adanya bantuan-bantuan lain, karena saat ini dia butuh kendaraan sejenis Tosa untuk mengangkut hasil taninya.
“Iya di sini kan jalannya sempit, kendaraan roda empat sulit masuk, hanya bisa motor. Kalau ada kendaraan seperti Tosa, itu akan memudahkan memasarkan produk horti kami,” ucap Naweri.
Awalnya Naweri memang berjalan sendiri, namun seiring perjalanan waktu, usahanya sukses, bantuan dari pemerintah pun datang. Dari bantuan gudang kompos, biogas, bantuan JUT (Jalan Usaha Tani) juga didapatnya. Kini lahan pertanian horti JAS-B menjadi ajang pembelajaran, dari pelajar SMK hingga kuliahan. Setiap tahun, ada 46 orang yang belajar dan menginap di pondoknya.
“Saya saat ini butuh bantuan ruang belajar dan penginapan untuk mereka yang belajar bertani di sini,” kata Naweri. **
Discussion about this post