Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan mitigasi covid-19 sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah China sudah mulai meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan pengeluaran publik yang besar, potongan pajak, penurunan suku bunga kebijakan, dan sikap yang lebih longgar pada sektor properti.
Kemudian negara Mongolia juga diintip resesi. Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional, memperkirakan, kondisi keuangan global yang lebih ketat dan dampak geopolitik akan memperburuk profil keuangan eksternal Mongolia yang lemah.
“Kami memproyeksikan defisit neraca berjalan Mongolia pada 2022 akan melebar, menjadi 16,3 persen dari PDB dan beban utang luar negeri bersihnya menjadi besar pada 167 persen dari PDB,” tulis analis Fitch.
Menurut mereka, ketergantungan Pemerintah Mongolia pada utang luar negeri meningkatkan kerentanan terhadap pergeseran sentimen investor internasional yang dapat menghasilkan perlambatan ekonomi.
Korea Selatan juga di ambang resesi. Saham Korea Selatan jatuh pada awal bulan ini karena investor khawatir bahwa kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi akan memicu perlambatan ekonomi, dengan banyak yang bersiap untuk menghadapi dampaki resesi AS tahun depan.
Sebagai bukti, indeksi Kospi telah turun 5,08 poin, atau 0,22 persen, menjadi 2.300,34 pada 06:30 GMT. Seo Jung-hun, Analis di Samsung Securities, menyebut saham Korea Selatan, seperti pasar saham Taiwan, sensitif terhadap momentum siklus ekonomi dan bereaksi terhadap ketakutan resesi.
Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Keuangam Sri Mulyani mengungkap risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia sebesar 3 persen. Sementara, ada negara lain yang potensinya lebih dari 70 persen. Meski demikian, bukan berarti pemerintah terlena.
“Kami tetap waspada, namun pesannya kami tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, dari fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lainnya, untuk memonitor itu (potensi resesi),” ujar Ani, sapaan akrabnya.
Sejauh ini, bendahara negara ini, menilai ekonomi Indonesia masih cukup positif. Sebab, sektor keuangan RI lebih kokoh setelah kejadian krisis 2008-2009 lalu.
Selain itu, kata dia, utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah.**
Discussion about this post