Meski sukses menjadi pengusaha, panggilan jiwa Ateng tetap pada masalah sosial. Kesukaannya membantu semakin membara. Hingga kemudian ia mendirikan Badan Pemadam Api Siantan (BPAS) di tahun 1984. Ketika itu, ha nya tiga pemadam api yang ada, dan BPAS menjadi pemadam api swasta pertama di Pontianak, bahkan di Indonesia.
“Ini kerja sosial, tanpa gaji, tanpa asuransi. Kerjanya susah, pertaruhan nyawa, kadang malah kena marah dan caci orang, tapi kita tetap kerjakan tanpa pamrih dan tanpa amarah,” cerita Ateng.
Banyak sudah cerita suka duka yang dialaminya sebagai petugas pemadam kebakaran, ini pekerjaan akhirat, kata Ateng. Dia lantas bilang, di atas ada Tuhan, di bawah ada hati nurani, maka perbanyaklah Duit. Anehnya meski tanpa gaji dan asuransi, petugas pemadam api ini tak pernah surut.
Sekarang ini, anggotanya ada 2.100 orang, sementara jumlah organisasinya sudah menyebar ke semua daerah, jumlahnya ada 40. Walau tanpa gaji dan tanpa dana, rejeki tetap saja mengalir, selalu ada bantuan dari pihak lain, baik dalam bentuk armada maupun bantuan lain, terutama menjelang perayaan hari raya keagamaan, semisal minuman kaleng yang dibagikan untuk semua anggota.
Saking berbahayanya menjadi penjinak api ini, Ateng sendiri pernah mengalami musibah, anaknya yang ketika itu baru berusia tiga tahun ikut tersambar kecelakaan, ketika ia menjalankan tugasnya memadamkan api, hingga sempat membuatnya panik. Namun kejadian tersebut tetap tidak membuatnya jera.
Begitu pula dalam keluarganya, Ateng merasa beruntung beristerikan Lim Pwe Eng, perempuan sederhana yang masih satu kampung di Siantan, dan sampai sekarang setia menemaninya.
“Dari kita menikah sampai sekarang, tidak pernah kita bertengkar. Ya saya bersyukur punya keluarga yang sakinah, mawadah warohmah. Isteri saya adalah orang yang paling mengerti saya dan mendukung saya. Kalaupun saya mendapat penghargaan, semua saya dedikasikan buat isteri tercinta saya ini,” kata Ateng sembari menunjuk sang istri, yang terlihat masih bugar dan gesit menjalankan bisnisnya.
Ateng sendiri mengaku tak mau lagi berbisnis, ia ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Semua agama ia pelajari, walau ia sendiri penganut Kong Hu Cu, namun ia mengakui tersentuh dengan semua ajaran Islam, ia juga paham soal sufi, hanya saja ia merasa belum terpanggil untuk memeluk Islam. “Yang penting bagi saya adalah berbuat sesuai anjuran Tuhan, jangan jahat, bantulah sesama,” ucapnya. **
Penulis Yuli.S
Artikel ini telah terbit di Tabloid Mata Bisnis.
Discussion about this post