Seiko Manito, CEO & Founder PT Topindo Solusi Komunika (TOSK) namanya kini tengah jadi bahan pergunjingan bisnis dari daerah hingga nasional, lantaran manuvernya menembus pasar saham, go public atau melantai di bursa efek (IPO) pada 15 – 19 Januari 2024 dengan penawaran umum perdana sebanyak-banyaknya 875 juta saham. Harga penawaran awal (bookbuilding) di rentang Rp 115 – 125 per saham.
Luar biasa, lantaran Seiko terbilang masih berusia muda. Usianya saat ini 30 tahun dan berasal dari Kota Singkawang, salah satu daerah wisata di Kalimantan Barat. Luar biasanya lagi, bisnis teknologi atau startup nya itu dimulai dengan modal Rp 500 ribu. Tanpa butuh waktu lama, hanya dalam hitungan tahun, usaha yang dilakoninya di saat usianya 16 tahun, kini menghasilkan Rp 500 miliar.
“Itu sebuah keajaiban yang selalu saya syukuri,”ucap Seiko.
Seiko, putra sulung dari lima bersaudara. Berasal dari keluarga biasa saja. Ayahnya adalah pemilik toko hape di sebuah jalan kecil di Kota Singkawang. Hanya menjalankan usaha menjual hape, sang ayah tidak paham dengan teknologi. Beda dengan sang anak, yang hobi utak atik perangkat elektronik.

Masih duduk di kelas 6 SD, Seiko menerima pemberian ayahnya, sebuah komputer pentium 4. Tugasnya ketika itu, mengisi lagu-lagu di perangkat hape atau ringtone. Siapa sangka, inilah cikal bakal usaha Seiko yang terus ditekuninya hingga sesukses sekarang.
Belum duduk di bangku SMP, Seiko sudah punya penghasilan Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu perhari dari ringtone. Menginjak SMP, Seiko sudah mahir merakit komputer. Menginjak bangku SMA, Seiko kian mencintai dunia teknologi.
Bermodal komputer dia terus mengembangkan passionnya mengutak atik komputer. Dari pulang sekolah hingga pukul 24.00 WIB Seiko kecil terus asyik dengan komputer. Bangun pagi pukul 06.00 WIB untuk sekolah, pulangnya kembali di depan komputer lagi hingga larut malam, begitu terus. Akibatnya, nilai sekolahnya pas-pasan, bahkan Seiko nyaris tak lulus ujian.
Di usia 17 tahun, Seiko sudah memiliki penghasilan sendiri, Rp 1 juta sehari. Di usia remaja seperti itu, Seiko asyik menekuni hobinya yang menghasilkan cuan. Komputer Pentium 4 itu dimodifikasi sedemikian rupa, dan digunakannya maksimal mobile, untuk server 24 jam, buka SMS dan lainnya.
“Hingga tamat SMA dan kuliah semester dua, saya benar-benar tak punya kehidupan. Hidup saya hanya di ruang kerja, kampus dan tempat gym. Saya tidak pernah ngumpul, nongkrong bersama teman-teman. Karena saya merasa punya passion berdasarkan diri sendiri,” tutur Seiko.
Dengan penghasilannya itu, Seiko malah bisa membiayai pendidikan adik-adiknya di luar negeri. Sementara dia sendiri menolak untuk mengikuti jejak saudaranya bersekolah di Australia.
Duduk di kelas 3 SMA di tahun 2004, Seiko merasa bangga dengan dirinya yang telah memiliki penghasilan. Namun ada pengalaman yang sulit dilupakannya hingga kini, yaitu ketika dia mulai merasa sombong. Papanya mengingatkan dan bilang, Seiko kamu jangan cuma kejar penjualan, tapi coba cek hasilnya. Jangan sampai penjualan bagus, tapi uangnya entah ke mana.
Awalnya, Seiko tak menggubris ucapan sang papa. Hingga suatu saat, ketika dia tengah membutuhan uang untuk modal, papanya tak mau membantu sepeser pun. Ternyata, menjelang ujian SMA, Seiko baru menyadari kalau dia telah kehilangan uangnya Rp 100 juta, karena ulah orang kepercayaannya sendiri.
“Saya sempat stress, bahkan serasa ingin bunuh diri ketika itu,” tutur Seiko mengenang.
Discussion about this post