“Saat ini untuk mengantisipasi kepunahan dan kelangkaan pohon Sappang dan agar bisa memenuhi kebutuhan produksi teh sappang kami melakukan pembenihan melalui biji dan membagikan bibit sappang kepada masyarakat yang pohon sappangnya kita tebang untuk memenuhi pesanan konsumen. Kami juga memanfaatkan lahan desa seluas 2 hektare untuk ditanami pohon sappang secara bertahap mengingat keterbatasan bibit yang ada,” ucap dia.
Sejauh ini, untuk produksi Teh Sappang masih berskala rumah tangga. Ada sekitar 200 pohon saat ini siap menjadi bahan baku untuk memenuhi kebutuhan. Ia bersama istri juga melibatkan beberapa anggota PKK Desa Pusaka untuk memproduksi teh herbal yang zaman dulu minuman khas para bangsawan melayu.
“Untuk pasar sekarang terbuka lebar dan kami masih terus memaksimalkan produk terlebih dahulu. Sejauh ini konsumen yang beli dari ASN Pemkab Sambas yang rutin termasuk pegawai Puskesmas Tebas. Dari luar kota juga ada. Harga hanya Rp15.000 per bungkus isi 25 paket sedu,” ucapnya.
Sebelumnya, kayu sappang hanya untuk membuat oleh – oleh seperti untuk tongkat, gelas dan potongan kecil kayu sappang untuk oleh – oleh buat diminum di rumah tanpa kemasan menarik dan praktis.**
Editor: Khanza
Discussion about this post