Untuk membahas lebih dalam mengenai tumbuhan yang memiliki potensi ekspor menjanjikan tersebut, sebelumnya, Sutarmidji menyampaikan berbagai hal terkait manfaat tanaman ini pada simposium bertajuk Kratom Sustainability yang dihadiri Senator Amerika Serikat, Curt Bramble, beserta tim dari Amerika Serikat, Asosiasi Kratom Indonesia, Yohanes Cianes Walean, Asosiasi Kratom Amerika, Mac Haddow di Pontianak, Jumat kemarin.
Sutarmidji mengatakan, hal yang terpenting adalah harus ada penelitian karena zat yang terkandung dalam kratom memiliki senyawa dengan zat yang ada di tubuh, sehingga bisa menjadi netral. Dirinya optimis pelarangan Kratom Tahun 2023 belum bisa terwujud hingga ada solusi.
“Karena dalam kondisi sekarang ini kita harus berpikir bagaimana menjaga ekonomi masyarakat, yaitu dengan mengatur cara penjualannya dengan benar, melalui tata niaga supaya pelaku usaha dapat terkontrol pemasarannya. Pengkajian diharapkan bisa terus dilakukan agar mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” kata Sutarmidji.
Kratom adalah tumbuhan tropis asli Asia Tenggara. Habitatnya adalah lahan basah. Tumbuh subur pada lahan-lahan sempadan sungai dan danau yang beriklim panas dan lembab. Luas lahan kratom di Kalimantan Barat sekira 11.384 hektar dengan jumlah pohon 21.000.000, menyebar di 23 kecamatan dan 282 desa.
Semenatara masyarakat yang mengelola kratom ada sebanyak 18.392 orang. Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi menyebut, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, perlu dikembangkan sejumlah tanaman kearifan lokal, seperti tanaman Tengkawang, madu alam dan juga tanaman kratom, yang selama ini memang menghidupi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. “Meski pun tanaman endemik Pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu ini, belum memiliki legalitas regulasi yang jelas, namun tanaman yang banyak dibudidaya masyarakat sangat membantu pertumbuhan ekonomi dan tidak merusak lingkungan,” tutur dia. **
Discussion about this post