Merespon tuntutan masyarakat pekebun sawit tersebut, Menkeu kemudian merevisi  PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS menjadi PMK Nomor 15 tahun 2022, yang isinya menghapus pungutan ekspor CPO.
“Apa yang menjadi inti tuntutan para pekebun sawit telah dipenuhi oleh pemerintah, yang bukan hanya menurunkan pungutan ekspor dari semula 200 Dolar AS per ton pada saat harga CPO berada di angka 1500 dolar per ton, tapi justri dinolkan menjadi tidak ada pungutan sama sekali,” tutur Munsif kepada pewarta.
Dengan keputusan tersebut, bukan hanya CPO saja yang dihilangkan pungutan ekspornya, tapi juga berlaku untuk 28 produk berbagai sawit, baik TBS turunan CPO maupun biodiesel.
“Dengan dihilangkannya pungutan ekspor CPO ini, daya saing CPO kita akan semakin baik. Dan tentu saja akan memberikan sebuah harapan yang poisitf bagi percepatan ekspor yang dipicu oleh kuatnya daya saing, karena harga kita lebih kompetitif,” tutur dia.
Kata dia, dengan penghapusan pungutan ekspor CPO ini, akan menarik harga TBS yang semula di berbagai tempat berada di kisaran kurang dari Rp 1300, bahkan di tengkulak malah dihargai di bawah seribu.
“Dengan kebijakan baru ini, kita harapkan harga CPO akan berangsur-angsur meningkat, normal kembali dan diharapkan bisa mencapai angka di atas Rp 2000,” imbuh Munsif. **
Discussion about this post