SRI Lanka saat ini bangkrut dilanda krisis ekonomi, negara-negara lain juga dikhawatirkan mengalami hal yang sama, seperti Laos, Myanmar hingga Pakistan. Penyebab pasti kesengsaraan mereka berbeda-beda, tetapi risiko dari melonjaknya biaya untuk makanan dan bahan bakar dirasakan oleh semuanya.
Setelah Sri Lanka bangkrut, Bank Dunia memperkirakan, pendapatan per kapita negara berkembang hanya tersisa 5 persen atau di bawah tingkat pra-pandemi. Lebih dari separo negara termiskin di dunia bangkrut, terlilit utang dan berisiko tinggi dalam kesulitan.
Laporan Bank Dunia bertajuk Crisis Response Group yang dirilis PBB pada bulan lalu, menyebutkan beberapa krisis ekonomi terburuk yang menyebabkan kebangkrutan terjadi di negara-negara yang sudah hancur karena korupsi, perang saudara, kudeta dan bencana lainnya.
Dikutip dari AP, Senin 11 Juli 2022, beberapa negara yang ekonominya berada dalam kesulitan atau berisiko besar bangkrut adalah : Afghanistan, yang saat ini tengah terhuyung-huyung dari krisis ekonomi mengerikan, sejak Taliban mengambil alih AS dan sekutunya menarik pasukan mereka tahun lalu.
Bantuan asing yang menjadi andalan praktis terhenti dalam semalam dan Afghanistan terkena sanksi, seperti layanan transfer bank yang terhenti yang melumpuhkan sektor perdagangan.
Separo dari 39 juta penduduk negara itu, menghadapi kerawanan pangan yang mengancam banyak jiwa. Sementara, PNS, dokter, perawat, guru tidak mendapatkan gaji selama berbulan-bulan. Tak hanya itu, gempa bumi yang terjadi baru-baru ini, pun ikut merenggut lebih dari seribu orang, yang kian menambah kesengsaraan Afghanistan.
Selanjutnya adalah negara Argentina. Sekitar 4 dari 10 orang Argentina, menjadi orang termiskin. Bahkan, jutaan orang bertahan hidup dari dapur umum lewat program kesejahteraan dan bantuan sosial.
Kejatuhan ekonomi Argentina, terjadi setelah bank sentral negara kehabisan cadangan devisa, akibat pelemahan mata uang peso Argentina. Diproyeksikan, inflasi tahun ini mencapai lebih dari 70 persen.
Kemudian negara Mesir. Digoyang oleh inflasi Mesir yang melonjak hampir 15 persen pada April 2022, mengakibatkan sepertiga dari 103 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Masyarakat Mesir sudah menderita karena program reformasi ambisius pemerintahnya, membuat mata uang mereka mengambang dan memangkas subsidi bahan bakar, air, hingga listrik. Belum lagi, kebijakan bank sentralnya yang menaikkan suku bunga demi mengekang laju inflasi, telah menjebak pemerintahnya kesulitan membayar utang luar negeri yang menumpuk.
Ada lagi Laos, negara kecil yang terkurung daratan di Asia Tenggara ini, sebetulnya mencatat pertumbuhan ekonomi tercepat, sebelum pandemi covid-19 melanda. Namun, sejak pandemi, utangnya melompat persis seperti yang dialami Sri Lanka. Setali tiga uang, Laos juga terpaksa mengemis restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar AS.
Masalah semakin pelik, karena menurut Bank Dunia, cadangan devisa Laos tersisa hanya kurang dari dua bulan impor. Mata uangnya pun jeblok 30 persen yang kian memperburuk kesengsaraan negara itu.
Discussion about this post