memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.
Kebijakan selanjutnya adalah penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,
penguatan implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, dengan:
memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan pada sektor usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja; mempertahankan: Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen.
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen, rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100 persen dan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0 persen, berlaku efektif 1 Januari hingga 31 Desember 2025.
Serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 5 persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 3,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen.
Selanjutnya adalah kebijakan penguatan perluasan akseptasi digitalisasi sistem pembayaran melalui penerapan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS 0 persen untuk transaksi sampai dengan Rp 500.000 pada merchant Usaha Mikro (UMI) yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2024 guna menopang daya beli masyarakat kelas menengah bawah. **
Discussion about this post