OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Kalbar menginisiasi program pemberdayaan disabilitas Parapreneur dan Parafluencer Kalbar dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan serta keterampilan kewirausahaan kelompok penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok sasaran prioritas.
Program ini, melibatkan 92 Penyandang Disabilitas yang berasal dari 14 Kab/Kota se-Kalbar, terdiri dari 49 peserta program pelatihan Parapreneur barista dan UMKM Kuliner dan 43 peserta program pelatihan Parafluencer, yang menghadirkan mentor berpengalaman di bidangnya.

Kegiatan ini dibuka oleh Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Barat, dr. Harisson, M.Kes sekaligus melaunching Cafe Satuperdua Kopi Tiam dan Learning Center Pemberdayaan Disabilitas dengan ditandai penekanan sirine, Kamis 11 Juli 2024. Terlihat hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Perwakilan BI Kalbar, N.A Anggini Sari, Dirut Bank Kalbar, Rokidi, beberapa perwakilan perbankan serta sejumlah undangan lain.
Kepala OJK Kalbar, Maulana Yasin mengungkapkan, bahwa penyandang disabilitas adalah salah satu elemen masyarakat yang masih perlu diperjuangkan haknya untuk mendapatkan keseteraan, untuk mengakses lapangan pekerjaan, dunia usaha, pendidikan, kesehatan, dan akses pelayanan publik.
“Masih banyak terjadi praktik diskriminasi terhadap penyandang disabilitas yang menyebabkan mereka tidak memiliki kesempatan yang sama. Bentuk diskriminasi yang paling lazim terjadi adalah, mengasosiasikan disabilitas sebagai kecacatan, sehingga diragukan kapabilitas dan keterampilannya,” ujar Maulana.

Menurut dia, penyebab laten maraknya diskriminasi dan stigmatisasi negatif terhadap penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya adalah praktik ableisme. Istilah ini berasal dari bahasa Inggris, yakni able (mampu), yang memiliki definisi kecenderungan memandang disabilitas sebagai sebuah ketidaksempurnaan, termasuk mengasosiasikannya dengan kecacatan.
“Inilah yang menjadi penyebab masih susahnya penyandang disabilitas mengakses dunia kerja, dunia usaha, pendidikan, dan akses pelayanan publik. Guna mematahkan pemahaman yang salah tersebut, maka penyandang disabilitas perlu diberikan ruang dan kesempatan agar dapat mengaktualisasikan diri mereka, bahwa mereka bisa, setara dan bahkan mampu berprestasi gemilang, meskipun memiliki keterbatasan,” katanya.
Dari sisi akses jasa keuangan, berdasarkan data Bappenas Republik Indonesia tahun 2022, jumlah penyandang disabilitas dengan skala sedang hingga berat di Indonesia, tercatat sebanyak 4,3 juta jiwa. Dari hasil survei yang dilakukan kepada reseponden disabilitas, baru 22,01 persen penyandang disabilitas yang memiliki rekening di lembaga keuangan.
Artinya, ada 77,99 persen penyandang disabilitas yang tidak memiliki rekening di lembaga keuangan. Penyebabnya adalah, karena masih rendahnya tingkat literasi terhadap ragam dan produk jasa keuangan, dan masih sulitnya menemukan lembaga jasa keuangan yang memiliki produk dan layanan yang inklusif dan ramah terhadap disabilitas.
“Ini telah menjadi concern kami di OJK beberapa tahun belakangan ini. Sehingga penyandang disabilitas ditetapkan sebagai salah satu kelompok sasaran prioritas upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, yang dipayungi regulasi hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang telah diperbaharui melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020,” ucap Maulana Yasin.
OJK sendiri telah menerbitkan dokumen Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) sejak tahun 2017, dan Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Pada kedua ketentuan OJK tersebut, diatur mengenai kewajiban sektor jasa keuangan untuk meningkatkan literasi dan inklusi, serta memberikan akses layanan dan perlindungan hak sebagai konsumen sektor jasa keuangan kepada Penyandang Disabilitas dan kelompok masyarakat rentan lainnya.
Kedua hal inilah yang melatarbelakangi OJK melaksanakan serangkaian program kegiatan pelatihan penyandang disabilitas, bertajuk Parapreneur dan Parafluencer Kalimantan Barat, yang berlangsung selama 2 hari penuh dari tanggal 8 hingga 9 Juli 2024, diikuti sekitar 100 penyandang disabilitas yang berasal dari 14 Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat.
Discussion about this post