Menjadikan Bengkayang sebagai unggulan nasional dengan manajemen risiko, bukan hanya satu pihak, tetapi urusan semua lini pemerintah daerah. Karena itu, semua kepala organisasi perangkat daerah, harus mengenali risiko secara kontekstual.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat Rudy M. Harahap yang didampingi Koordinator Pengawasan Bidang Program dan Pelaporan serta Pembinaan APIP (P3APIP) Mujiyanto dalam kunjungan kerjanya ke Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Selasa, 6 Februari 2024 di aula Kantor Bupati Bengkayang.
“Dari segi tata kelola (governance), tidak dipungkiri pada tahun 2023, Kabupaten Bengkayang memang masih memiliki PR yang harus ditingkatkan, mulai dari SAKIP yang memperoleh CC, skor SPIP sebesar 2,220, skor IEPK sebesar 1,800, skor MRI sebesar 2,000 dan MCP di angka 82 serta isu makro lainnya seperti IPM memperoleh 69.53, tingkat kemiskinan di angka 6,28, dan pertembuhan ekonomi di tahun 2022 sebesar 5,45, serta cakupan layanan yang masih di bawah target RPJMN sebesar 28,84 persen,” kata Rudy di hadapan Sekretaris Daerah Kabupaten Bengkayang Yustianus, Inspektur Kabupaten Bengkayang Antonius Freddy Romy, para asisten sekretaris daerah, dan para Kepala OPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkayang.
Rudy mengungkapkan, skor tata kelola Pemerintah Kabupaten Bengkayang yang rendah harus menjadi perhatian semua pihak di Pemerintah Kabupaten Bengkayang, dan tidak hanya menjadi tanggung jawab Inspektorat.
“Harus ada upaya yang lebih gigih dari semua lini dan harus pula ada perubahan pola pikir yang ada selama ini. Urusan tata kelola mesti menjadi urusan bersama dan bukan hanya Inspektur semata,” katanya.
Menurutnya, Inspektur yang melakukan quality assurance praktik tata kelola, sedangkan yang membangun dan menilai adalah masing-masing kepala OPD, dengan leading sektornya Kepala Bappeda. Hal tersebut selaras dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional yang dipimpin oleh Bappenas.
Tegasnya, pada tingkat daerah, manajemen risiko harus dipimpin Bappeda. Kepastian siapa yang memimpin manajemen risiko ini tersebut penting. Sebab, strategi mitigasi risiko harus diterapkan pada perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah.
“Semua program/kegiatan pemerintah daerah harus berbasis risiko (risk-based), untuk memitigasi sasaran strategis sejak dini dan tidak menghambat target pemerintah daerah,” ungkapnya.
Rudy juga menekankan bahwa kerja keras mengembangkan tata kelola yang baik akan memberikan value atau manfaat langsung ke rakyat. Sebab, skor tata kelola berhubungan dengan manfaat ke rakyat. “Jika tata kelolanya buruk, biasanya program pembangunan daerah juga buruk dan tidak memberikan nilai ke masyarakat,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Rudy juga mengungkapkan pengawasan yang dilakukan BPKP terhadap perencanaan dan penganggaran pada sektor pariwisata yang menjadi salah satu unggulan Kabupaten Bengkayang. Dimana dari Rp 2,227 triliun nilai total APBD yang dievaluasi sebesar Rp 302,685 miliar memiliki potensi tidak efektif sebesar Rp 210,52 miliar dan berpotensi tidak efisien sebesar Rp 538,16 juta.
Discussion about this post