Biji kopi jenis liberika secara perlahan dimasukkan ke dalam kuali berukuran 80 cm yang menganga untuk disangrai. Spatula kayu dengan pajang sekitar 50 cm menjadi alat penting bagi Dedy untuk menyangrai kopi sebagai langkah awal untuk memproduksi kopi bubuk yang diberi merek Kopi Sendoyan.
Butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk mematangkan kopi yang disangrai secara manual agar mendapatkan kematangan yang pas. Asap sekali – kali masuk ke mata Dedy karena untuk menyangrai menggunakan bahan bakar kayu yang dibakar di tungku. Itu tantangan yang dihadapi selain tangan pegal karena menyangrai, butuh waktu yang tidak sebentar.
Dedy adalah sosok pelopor hadirnya kopi kemasan merek Kopi Sendoyan yang saat ini mulai dikenal di kalangan masyarakat di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar).
Hadirnya kopi kemasan sebagai wujud menggali potensi daerahnya yang memang pernah jaya dengan kopi jenis liberika. Dengan kopi kemasan juga bisa memberikan nilai tambah baik dari hulu maupun hilir.
Ia mengatakan hadirnya kopi bubuk kemasan juga ingin membuat kebanggaan daerah agar dengan produk tersebut kopi dari Dusun Batu Layar, Desa Sendoyan tersebut dikenal dan diminati.
Al hasil atas usaha yang dilakukan sejak 2022 lalu, kini perlahan produk Kopi Sendoyan selalu dipesan mulai dari rekanan hingga masyarakat umum lainnya. Dalam satu siklus produksi dulu di kisaran 2- 3 kilogram dan kini sudah tembus 10 kilogram. Produk Kopi kemasan dijual dengan berat 200 gram seharga Rp 25.000.
“Bersyukur pelan tapi pasti dan sambil belajar, Kopi Sendoyan mulai dikenal dan dibeli olah rekan dan masyarakat umum lainnya,” jelas dia.
Bahan baku untuk kopi kemasannya didapat dari petani yang saat ini masih eksis yakni Tandi. Di lahannya sekitar 1,5 hektar tersebut menjadi sumber bahan baku.
Ia menceritakan bahwa aktivitas budi daya kopi di Batu Layar sejak 1979. Dulu, hasil dari komoditas tersebut menjadi satu di antara sumber pendapatan utama petani selain karet dan lada untuk biaya hidup, pendidikan, perabot rumah tangga, kendaraan, dan lainnya.
Artinya, secara ekonomi tanaman kopi yang diusahakan petani sangat memberikan pengaruh besar pada kesejahteraan petani.
Namun, seiring waktu dan ada tren berpindah ke komoditas lainnya seperti lada yang saat itu harganya sangat menjanjikan, perlahan tanaman kopi mulai ditinggalkan. Belum lagi komoditas sawit yang semakin gencar ditanam oleh petani. Hingga kini tinggal sebagian kecil tanaman kopi yang diusahakan petani atau hanya orang tertentu.
Discussion about this post