Sektor sumber daya alam mentah masih menjadi penopang terbesar perekonomian Kalimantan Barat. Sayangnya industri manufaktur masih terbilang stagnan, kendati berbagai upaya terus dilakukan pemerintah guna mendorong industrialisasi di provinsi ini. “Deindustrialisasi itu nyata, lantaran Indonesia tidak pernah mencapai level industrialisasi 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB),” kata Ekonom Kalbar, Prof Dr Eddy Suratman.
Ketika menjadi narasumber seminar Forum Jurnalis Ekonomi Khatulistiwa (Fojekha) di Hotel Maestro Pontianak, Jumat 3 Februari 2023, Eddy Suratman menyebut, bahwa dunia industri manufaktur di Kalbar tergolong mengalami stagnasi, sebagian besar ekspor kita masih berupa bahan mentah seperti CPO (minyak sawit mentah) dan bauksit.
Hal serupa menjadi potret kondisi industri nasional. Menurut dia, Indonesia tidak pernah mencapai level industrialisasi 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Level industrialisasi tertinggi yang pernah dicapai adalah 29,1 persen pada 2001. Setelah itu menurun secara konsisten. Data sementara PDB 2018 kuartal III, level industrialisasi hanya di angka 19,7 persen.
Padahal, kata dia, sektor utama pendorong pertumbuhan ekonomi, yakni sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan industri pengolahan. Termasuk di dalamnya sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan adalah pertanian perkebunan, seperti padi, sawit, dan karet. Termasuk industri pengolahan alumina dan bauksit.
Pengamat ekonomi ini menilai, faktor penghambat utama pembangunan Kalbar terkait dengan aspek kapasitas sumber daya manusia. “Rata-rata lama menempuh pendidikan masyarakat kita, yang tergambar dalam Indeks Pembangunan Manusia masih relatif rendah. Selain itu, terkait aspek infrastruktur serta akses listrik, sanitasi, dan air bersih juga relatif rendah. Begitu juga rasio jalan dengan kondisi baik, relatif rendah,” tuturnya.
Discussion about this post