LEMBAGA Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta agar pemerintah membuat regulasi melarang penyebaran paham Wahabi. Permintaan itu dituangkan dalam salah satu poin hasil rekomendasi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang digelar pada 25 – 27 Oktober 2022 di Jakarta.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah,” begitu bunyi rekomendasi PBNU dikutip di laman resmi LD PBNU.
Wahabi adalah pemikiran Islam yang ditujukan untuk pengikut Muhammad bin Abdul Wahab, yang berpegang teguh pada purifikasi atau pemulihan Islam ke bentuk asli sesuai teks Alquran dan Hadis.
LD PBNU melihat, kelompok yang mengikuti paham wahabi kerap menuding bidah hingga mengkafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan mayoritas umat Islam di Indonesia. Walhasil, masyarakat Islam di akar rumput kerap terjadi perdebatan. LD PBNU juga menilai, paham wahabi ditengarai sebagai embrio munculnya paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Paham Wahabi memang sudah semakin menyebar. Menurut World Data, Negara Arab Saudi, menjadi negara yang paling berpengaruh dalam penyebarannya. Ada sekira lima juta Muslim Sunni di Saudi menganut paham wahabi.
Paham wahabi pun pertama kali muncul dari seorang cendekiawan, dan pembaharu Muslim bernama Muhammad bin Abdul Wahhab. Saat Islam tengah berjaya sekira abad ke-18, Abdul Wahhab mulai menyarankan Arab Saudi ke bentuk Islam yang murni.
Dalam ceramahnya, Abdul Wahhab menyampaikan ide-ide radikal soal reformasi yang konservatif berdasarkan aturan moral yang ketat. Pandangan dia terpapar gagasan Ibn Taymiyyah, yang menyerukan pemurnian Islam dan menghindari praktik-praktik yang ia lihat.
Di kota Diriyah ia dan salah satu temannya, Muhammad bin Saud, merealisasikan gagasan pemurnian Islam. Dalam semangat ini, Saud mendirikan Negara Saudi Pertama yang kini menjadi Arab saudi, di bawah bimbingan Abdul Wahhab, yang dikenal sebagai sheikh.
Negara berikutnya adalah Qatar dan Negara Teluk. Dikutip dari Global Policy Journal, wahabisme tertanam dalam masyarakat secara institusional hanya ada di dua negara, Arab Saudi dan Qatar.
Di Saudi, pemerintah mengadopsi wahabisme sebagai sistem politik, dan menganggap pendirian paham ini sebagai bagian dari negara. Sementara di Qatar, tidak demikian. Doha merasa tak perlu mengadopsi paham wahabi ke dalam pemerintahan.
Meski begitu, paham wahabisme dilaporkan juga banyak menyebar di kalangan Muslim negara Teluk lain, seperti Uni Emirat Arab (UAE), Bahrain, hingga Kuwait.
Discussion about this post