TINDAK pidana pencucian uang (TPPU) melalui penipuan dengan skema Business Email Compromise (BEC) telah menjadi persoalan global dalam kurun waktu lima tahun terakhir dan merugikan ribuan pelaku bisnis dalam jumlah puluhan miliar dolar AS setiap tahunnya. BEC merupakan salah satu bentuk kejahatan siber dengan cara melakukan penipuan dengan menggunakan surat elektronik (email) palsu atau peretasan email oleh pelaku kejahatan. Tujuannya adalah mengalihkan tujuan transfer dana ke rekening perusahaan yang sengaja didirikan dengan nama menyerupai perusahaan sebenarnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, dalam dua tahun terakhir kejahatan ini telah memasuki sistem keuangan Indonesia, dan semakin diperparah sejak pandemi Covid-19. Para pelaku memanfaatkan suasana kecemasan dan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh krisis akibat pandemi Covid-19.
“Data menunjukkan bahwa kejahatan ini semakin meningkat di Indonesia. Apabila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan yang sistemik dan konsisten, berpotensi akan menggerus integritas sistem perbankan dan keuangan di Indonesia di mata pelaku bisnis dan lembaga keuangan internasional. Pada gilirannya, hal ini dapat merusak persepsi dan reputasi baik negara,” kata Kepala PPATK, Dian Ediana Rae.
Kepala PPATK mengingatkan bahwa perlunya kehati-hatian semua pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis, mengenai perilaku para pelaku kejahatan siber yang memanfaatkan kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha untuk mendirikan usaha dengan mengajukan perizinan berusaha secara elektronik.
Para pelaku bisnis juga diminta meningkatkan kewaspadaan, baik pada saat melakukan pembayaran ke luar negeri maupun pada saat menerima pembayaran.
“Apabila terjadi situasi yang tidak biasa, baik terkait rekening maupun jangka waktu pembayaran, agar sesegera mungkin melakukan klarifikasi dengan rekan bisnisnya,” imbuhnya.
Dia merekomendasikan, kepada perbankan untuk meningkatkan penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) dengan lebih baik di semua kantornya. Bank diharapkan tidak menerapkan kebijakan pembukaan rekening baru sebagai ukuran kinerja dan tidak mengandalkan jasa pihak ketiga untuk menjaring nasabah baru.
Bank juga diminta untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan target penghimpunan dana pihak ketiga, termasuk dalam memperlakukan penerimaan dana dari luar negeri. Bank harus melakukan due diligence dan enhance due diligence untuk memahami profil nasabah dengan baik, sebelum melakukan pembukuan ke rekening tujuan dari dana yang masuk dari luar negeri.
“Hal ini diperlukan mengingat transaksi keuangan yang terkait dengan BEC pada umumnya menggunakan layanan atau produk keuangan yang dimiliki oleh bank, di antaranya berupa transaksi transfer dana, penarikan dana secara tunai, dan penukaran valuta asing,” ujar Kepala PPATK. Terkait dengan keluhan pihak perbankan tentang akses terhadap Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dan Sistem Informasi Badan hukum yang masih terbatas,
Kepala PPATK menyatakan, akan mengoordinasikannya dengan lembaga terkait yang meliputi Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Untuk menjaga integritas sistem keuangan Indonesia, mencegah semakin maraknya tindak pidana penipuan dengan modus BEC, sekaligus menghindari kerugian para pelaku usaha dan masyarakat, dalam waktu dekat PPATK akan menyampaikan Daftar Hitam TPPU-TPPT (AML-CFT Black List).
Discussion about this post