WARUNG kopi Aming semakin panas dan sedap saja, tempat nongkong para mania kopi pun kian subur. Aming saja, gerainya sudah ada di mana-mana dan tak pernah sepi, selalu ramai di mana pun dia membuka kafe barunya. Sebelum pandemi Covid-19, pengunjungnya selalu padat dari pagi hingga malam hari, hingga menghabiskan sekira empat kilo kopi, itu setara dengan 500 gelas dalam satu hari saja. Labanya pun mengucur deras, capaiannya bisa ratusan juta dalam satu bulan.
Pontianak memang dikenal dengan warung kopinya, kebiasaan masyarakat yang rajin nongkrong, membuka peluang usaha warung kopi. Maka jangan heran, kalau hampir di setiap sudut kota ini selalu saja ada warung kopi, hingga ada yang bilang, bisnis warung kopi paling menguntungkan, modalnya hanya air panas saja, sesendok gula dan sesendok kopi, keuntungan pun sudah bisa langsung disruput.
Namun dari banyaknya warung kopi, yang paling tajir dan sohor di Pontianak, Kalimantan Barat salah satunya adalah Warung Kopi Aming. Bagi penikmat kopi, maka seduhan kopi Aming terasa beda, lebih sedap, masih ditambah lagi dengan beberapa taburan biji kopi yang bila digigit terasa gurih dan renyah. Ini menjadi salah satu kekhasan Aming yang bikin orang ketagihan.
Pemiliknya adalah Limin Wong, namun biasa disapa Aming, ayah tiga anak yang usianya baru menapak 42 tahun. Bertubuh kecil, rada kurus, namun geraknya gesit dan bicaranya cerdas, apalagi jika diajak ngomong soal kopi, maka suaranya akan lantang. Dia pun tak segan berbagi ilmu keberhasilannya, menyeduh dan menyajikan kopi racikannya.
Sebenarnya, Aming tidak memulai usahanya dari awal. Boleh dikata dia meneruskan usaha orangtuanya yang sejak awal sudah berbisnis kopi. Hanya ketika itu, kopi buatan sang ayah tidak punya merek dan hanya dikemas biasa, kemudian dijual, seperti kebanyakan yang dilakukan para penjaja kopi, yakni menumbuk sendiri biji kopi, kemudian dibungkus dan jual.
Nah, Aming melihat ada peluang bagus yang bisa dikembangkan, lantaran kopi bubuk buatan sang ayah ketika itu lumayan diminati pasar. Dia pun berinisiatif membuka warung kopi. Siapa nyana, peminatnya banyak, dari tempat kecil, kemudian membesar lantaran tak mampu menampung pengunjung. Ada sekitar 40 meja lebih dengan kursi juga seratus lebih mengisi warungnya, dan selalu penuh diduduki dari pagi hingga malam hari. Bahkan, menjelang hendak tutup sebelum tengah malam pun, pelanggannya masih berdatangan.
Ketagihan kopi Aming pun mencetuskan ide untuk menjual bebas kopi bubuk buatannya. “Itu bermula ada yang nanya dan mau beli kopi bubuknya saja. Makanya, kemudian saya kasih merek dan mengemasnya dalam plastik dari ukuran satu kilo, setengah kilo, hingga seperempat kilo atau ukuran 300 gram,” jelas Aming.
Awalnya hanya jualan kopi bubuk dalam kemasan di warung kopinya, sekarang permintaan sudah menyebar dan masuk ke banyak toko serta supermarket kota Pontianak. Satu toko, biasanya dia titip sepuluh kilo kopi Aming. Kalau dulu harga satu kilonya Rp 60.000 sekarang udah naik menjadi Rp 70.000. “Karena bahan bakunya udah naik semua,” kilah Aming.
Sementara kopi seduhan Aming yang dijual di warungnya pun sudah dinaikkannya, alasannya semua bahan pokok sudah naik, terutama gula pasir yang menjadi sobat akrabnya kopi. “Dulu masih jual Rp 5.000 per gelas, sekarang sudah naik menjadi Rp 6.000 per gelas, karena harga gula pasir tak mau turun-turun, “ kata Aming sembari mengepak bungkusan kopi bubuknya dalam banyak kardus.
Discussion about this post