Kementerian Pertanian (Kementan) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization/FAO) melalui Pusat Darurat untuk Penyakit Hewan Lintas Batas (Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases/ECTAD) Indonesia, berhasil mengatasi Demam Babi Afrika (Community African Swine Fever Biosecurity Intervention/CABI) di Kalimantan Barat melalui Program Intervensi Biosekuriti Komunitas dalam rangka mengendalikan penyakit virus yang sangat menular.
ASF menyerang babi domestik maupun babi liar, menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dan mengancam ketahanan pangan. Wabah penyakit ini mengakibatkan penurunan populasi babi secara signifikan, mengganggu produksi dan perdagangan daging babi di tingkat lokal maupun nasional, serta berdampak serius terhadap mata pencaharian peternak skala kecil.
Program CABI fokus melindungi peternak babi skala kecil dengan meningkatkan kesadaran dan penerapan praktik biosekuriti di wilayah rentan penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF), dengan dukungan dari Kementerian Pertanian, Pangan, dan Urusan Pedesaan (the Ministry of Agriculture, Food, and Rural Affairs/MAFRA) Republik Korea.
Pemberdayaan masyarakat menjadi kunci pencegahan ASF di Kalimantan Barat, yang merupakan wilayah dengan populasi babi domestik terbesar ke enam di Indonesia, di mana sekitar 80 persen dikelola oleh peternak skala kecil.
“Berkat program CABI, para peternak babi di Kalimantan Barat kini memiliki kapasitas dan alat yang dibutuhkan untuk melindungi peternakan mereka dari ASF,” kata Gubernur Kalbar Ria Norsan melalui Heronimus Hero, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Barat pada Lokakarya Diseminasi Hasil Program Community ASF Biosecurity Interventions (CABI) yang digelar di Hotel Mercure Pontianak, Kamis 14 Agustus 2025.
Menurut Gubernur Ria Norsan, program ini telah memperkuat pencegahan penyakit di tingkat komunitas dan membuka jalan bagi upaya berkelanjutan, yang mendorong pemerintah provinsi untuk memperluas inisiatif ini ke wilayah lain seperti Singkawang, guna melindungi mata pencaharian peternak dengan lebih baik.
“Dengan memberikan pelatihan langsung, menyalurkan materi dan peralatan biosekuriti yang esensial, dan menyederhanakan praktik-praktik utama melalui panduan yang mudah dipahami, program ini membuat penerapan biosekuriti di tingkat peternakan menjadi lebih mudah diakses dan diterapkan,” kata Norsan.
Lebih dari sekadar membagikan pengetahuan, CABI telah mendorong perubahan pola pikir. Program ini mendorong peternak untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam mencegah ASF dan mengurangi risiko wabah di masa depan.
Discussion about this post