“Kalau dipaksakan turun, aplikator bisa kehilangan kemampuan memberi promo dan layanan ke mitra. Driver bisa kehilangan perlindungan, order bisa sepi. Jangan korbankan sistem yang sudah berjalan baik hanya karena tekanan dari oknum yang bahkan sudah tidak aktif narik,” tegas Ihsan.
Menurutnya, keputusan tentang struktur komisi seharusnya bersifat jangka panjang dan lahir dari proses dialog yang melibatkan mitra aktif. Ia menyayangkan jika ada suara-suara yang sudah tidak terlibat secara langsung dalam sistem, tetapi justru mendominasi wacana kebijakan.
“Kami ini setiap hari kerja, mulai pagi sampai malam. Kami tahu realitas di jalan, kami tahu apa yang bisa kami terima dan apa yang tidak bisa kami korbankan. Jangan sampai keputusan besar lahir dari ruang-ruang tertutup tanpa melibatkan kami,” lanjut Ihsan.
Kedua komunitas ini menilai bahwa yang dibutuhkan oleh driver bukanlah penurunan komisi, tetapi sistem yang adil, stabil, dan mendukung kesejahteraan. Komisi 20 persen dianggap sebagai bentuk gotong royong yang selama ini sudah berjalan secara sehat antara aplikator dan mitra.
Selain itu, mereka juga mengingatkan bahwa keberlangsungan aplikator turut menjadi jaminan bagi kelangsungan nafkah ribuan pengemudi di seluruh Indonesia. Jika perusahaan terganggu operasionalnya, maka dampak paling awal dan paling nyata akan dirasakan langsung oleh driver.
“Kalau aplikator sehat, kami juga bisa tetap bekerja. Kalau sistemnya kuat, kami tidak perlu khawatir esok hari. Tapi kalau sistem ini dirusak karena ambisi politik atau kepentingan sesaat, maka kami yang akan kehilangan mata pencaharian,” ujar Indra.
Baik Nyongkoy Line Community maupun WOC Community berharap agar pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, berhati-hati dalam menyikapi isu perubahan skema komisi. Mereka meminta agar suara driver aktif menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan.
“Kami hanya ingin tenang bekerja. Kami tidak butuh keputusan yang gegabah. Kami butuh ekosistem yang seimbang, stabil, dan terus berkembang. Komisi 20 persen adalah bagian dari sistem itu, dan kami mendukungnya tetap dipertahankan,” tutup pernyataan bersama dari kedua komunitas.
Dengan dukungan ini, komunitas driver Grab mobil Kalimantan Barat menambah panjang daftar daerah yang menyuarakan sikap serupa mempertahankan komisi 20 persen demi keberlanjutan dan kesejahteraan bersama.
Oleh karenanya, komunitas-komunitas ini memutuskan untuk tidak turun ke jalan pada 21 Juli 2025 yang diinisiasi oleh Garda, karena tidak sepaham dengan hati nurani mereka.**
Discussion about this post