“Seiring dengan pertumbuhan teknologi influensial, termasuk fintech peer-to-peer lending di Indonesia, tentu ada potensi risiko fraud yang bisa meningkat. Sehingga diperlukan manajemen risiko yang handal, transparansi, tata kelola yang baik. Lalu juga pengawasan dan regulasi yang kuat, serta edukasi dan perlindungan konsumen yang memadai,” ujar Jasmi.
Kemudian, dalam sesi diskusi panel Advanced Fraud Detection for Fintech Lending Platforms, para ahli berbagi wawasan mengenai teknologi mutakhir seperti machine learning dan analisis data untuk mendeteksi dan mencegah penipuan.
Marshall Pribadi, Founder & CEO Privy sekaligus Wakil Ketua IV AFTECH, menyampaikan bahwa skema penipuan saat ini sudah semakin canggih. Metode yang ada saat ini memberikan peluang yang sama bagi seseorang untuk mengulangi upaya penipuan pada puluhan platform peer-to-peer lending. Oleh karena itu, kata dia, solusi yang diperlukan adalah user-centric digital identity.
“Artinya, untuk membuka akun di platform peer-to-peer lending, atau bahkan di lembaga jasa keuangan mana pun, tidak cukup hanya dengan foto KTP dan video saja. Harus ada akun identitas digital yang berbasis pada sertifikat elektronik. Penyelenggara identitas digital ini haruslah third-party (pihak ketiga) yang netral. Dengan demikian, data identitas pengguna akan terfederasi secara aman,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dengan menggunakan federated digital identity yang dikelola oleh pihak ketiga yang netral, segala upaya penipuan, seperti manipulasi NIK, foto wajah, dan data lainnya, dapat terdeteksi dan dihentikan lebih awal. Ini akan meminimalkan potensi penipuan di seluruh platform secara lebih efektif.
Peningkatan Inklusi Keuangan dan Komitmen terhadap Keberlanjutan Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK tahun 2024, tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 75,02 persen dan fintech menjadi salah satu indikator pendorong dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Di samping itu, layanan keuangan berbasis syariah turut menjadi salah satu pendorong peningkatan inklusi keuangan di Indonesia, dengan indeks inklusi keuangan mencapai 12,87 persen berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024.
Sebagai wujud komitmen terhadap ekosistem fintech yang berkelanjutan, pada Selasa (12/11), AFTECH dan AFPI menandatangani kesepakatan Kolaborasi Anggota AFTECH dan Anggota AFPI untuk Fintech Lending yang Aman, Transparan, dan Berkelanjutan.
Untuk memastikan ketahanan terhadap ancaman siber, AFTECH juga bekerja sama dengan perusahaan seperti Privy, VIDA, DigiSign, dan Xignature. Dengan penandatanganan kesepakatan ini, AFTECH dan AFPI menegaskan komitmen kami untuk membangun ekosistem fintech yang aman, transparan, dan berkelanjutan.
Kolaborasi antara anggota AFTECH dan AFPI untuk fintech lending merupakan langkah penting dalam menciptakan industri yang tidak hanya inovatif, tetapi juga dapat dipercaya oleh masyarakat.
“Kami percaya bahwa dengan bekerja sama, kami dapat memperkuat keamanan, meningkatkan transparansi, dan memastikan bahwa perkembangan fintech lending dapat terus mendukung inklusi keuangan di Indonesia, sambil menjaga integritas dan keberlanjutan industri ini,” ujar Marshall Pribadi, Wakil Ketua Umum IV AFTECH.
IFSE 2024 juga mengajak masyarakat memeriahkan kampanye digital #GueAFIN dan #SiPalingFintech, yang mendorong pemahaman masyarakat terhadap fintech dan pemanfaatannya secara bijak. Masyarakat yang tertarik untuk berpartisipasi dapat mendaftar melalui www.bulanfintechnasional.com dan menjadi bagian dari gerakan #SiPalingFintech yang siap mendukung transformasi ekonomi digital di Indonesia.**
Discussion about this post