Lebih lanjut Herkulana menyampaikan bahwa penyusunan strategi daerah yang berisikan aksi lintas stakeholder ini, diharapkan dapat menurunkan kasus perkawinan anak hingga periode perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah di tahun 2026.
Salah satu hal yang dimuat dalam rencana aksi daerah pada pencegahan perkawinan anak dengan optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, serta penguatan regulasi dan kelembagaan dan penguatan koordinasi pemangku kepentingan.
“Kolaborasi ini perlu didukung untuk membangun kesadartahuan, kampanye, advokasi untuk menjadi jaringan kerja bersama dalam menekan angka perkawinan anak yang mempengaruhi capaian pembangunan di Kalbar,” jelas Herkulana.
Perwakilan USAID ERAT Hasymi mengatakan lokakarya sebagai momentum untuk merespon isu perkawinan anak yang kian mengkhawatirkan. Saat ini Kalimantan Barat masuk dalam lima tertinggi angka perkawinan anak.
“Tahun 2023, Kalimantan Barat masuk dalam peringkat tiga tertinggi secara nasional. Itu benar-benar mengkhawatirkan,” kata Hasymi dalam sambutannya.
Hasymi menuturkan bahwa perkawinan anak berdampak pada banyak hal. Seperti stunting dan kemiskinan. Oleh karena itu, USAID ERAT bersama Organisasi Perangkat Daerah di Pemprov Kalbar sejak tahun 2022 merumuskan rencana aksi daerah. Rencana aksi daerah itu juga melibatkan pemerintah kabupaten di Kalimantan Barat.
“Alhamdulillah setelah digodok selama satu tahun, rencana aksi daerah itu sudah rampung dan akan dipergubkan. Itu upaya yang coba dilakukan saat ini,” kata Hasymi.
Hasymi berharap rencana aksi daerah itu bisa membawa angin segar sehingga angka perkawinan anak di Kalimantan Barat bisa diturunkan secara signifikan. Apalagi isu perkawinan anak sudah menjadi isu strategis, dan tertuang dalam rencana pembangunan daerah 2024-2026.
“Semoga dilanjutkan ke RPJMD ketika terpilih kepala daerah yang baru,” kata Hasymi. **
Discussion about this post