Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalimantan Barat menggelar lokakarya penyampaian Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak, sekaligus merumuskan tahapan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak untuk periode 2024-2026, Senin, 29 Juli 2024.
Acara yang berlangsung di Hotel Golden Tulip, Jalan Teuku Umar ini kolaborasi dengan USAID Erat. Hadir sejumlah pemangku kepentingan. Mulai dari perwakilan instansi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalimantan Barat Herkulana Mekarryani menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk melindungi anak-anak dari praktik perkawinan anak yang masih terjadi di berbagai wilayah.
Sebagaimana diketahui Kalimantan Barat masuk dalam peringkat lima tertinggi se-Indonesia tahun 2022. Kemudian empat tertinggi di tahun 2023. Selanjutnya tiga tertinggi di tahun 2024.
Herkulana menambahkan tingginya kasus perkawinan anak karena masifnya tersebar konten pornoaksi dan pornografi baik dalam bentuk aplikasi maupun informasi di media-media sosial. Hasil survei yang dilakukan menyatakan hampir 95 persen dari responden sampel, ingin yang melakukan persetubuhan karena sudah terkontaminasi dengan konten pornoaksi dan pornografi. Sedangkan ada 52 persen ada yang sudah melakukannya baik dengan orang yang lebih tua atau seusianya atau lebih muda.
“Jadi anak-anak sudah terkontaminasi konten pornoaksi dan pornografi. Informasi-informasi soal konten itu menyebar di WA grup dengan bernama nama. Mirisnya ada yang menyasar anak usia PAUD,” ujar Herkulana.
Lokakarya yang digelar membahas tantangan dan strategi pencegahan perkawinan anak. Salah satu topik yang dibahas adalah pentingnya kolaborasi lintas sektoral dan peran aktif masyarakat dalam mendukung upaya pencegahan tersebut.
Herkulana menilai pentingnya keterlibatan organisasi masyarakat dalam lokakarya karena melihat struktur kepengurusan hingga ke tingkat tapak, sehingga membantu mengkampanyekan pencegahan praktik perkawinan anak hingga sampai kepada kelompok terkecil yakni keluarga.
Keterlibatan berbagai stakeholder dinilai penting karena melihat dampak dari kasus perkawinan anaknya. Kasus perkawinan anak berkontribusi pada angka putus sekolah yang dampaknya juga pada indeks pembangunan manusia Kalimantan Barat. Dampak lainnya kasus perkawinan anak juga memicu terjadinya stunting dan kematian ibu dan bayi.
“Tingginya angka kematian ibu dan anak karena dipicu oleh kasus perkawinan sehingga membuat kita harus lebih waspada. Oleh karena itu kami mengundang berbagai stakeholder sebagai bentuk kolaborasi untuk menekan kasus perkawinan anak,” jelas Herkulana.
Discussion about this post