Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih rendah, sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi terutama di sektor properti. Tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat.
“Hal ini diprakirakan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) (Higher for Longer),” ucap Anggini.
Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional pada kuartal II 2023 tumbuh meningkat sebesar 5,17 persen, didukung oleh kenaikan konsumsi rumah tangga dan investasi. Konsumsi rumah tangga meningkat, didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Investasi juga meningkat, terutama investasi non bangunan didukung oleh perbaikan impor barang modal. Di sisi lain, ekspor barang terkontraksi sejalan ekonomi global yang melemah, sedangkan ekspor jasa tumbuh tinggi dipengaruhi oleh kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara.
“Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 4,5-5,3 persen,” kata Anggini.
Inflasi nasional tetap dalam sasaran. Inflasi IHK pada bulan Juli 2023 tercatat 3,08 persen (yoy) sehingga berada di dalam sasaran 3,0 plus minus1 persen. Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0 plus minus1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5plus minus1persen pada 2024.
Anggini menyampaikan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 24-25 Juli 2023, memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75 persen ini, konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0 plus minus1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5 plus minus1 persen pada 2024.
BI menyatakan, fokus kebijakan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation), dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Ketentuan terkait dengan instrumen penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dikeluarkan, sejalan dengan PP No 36 tahun 2023.
Terbaru, BI juga memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau. **
Discussion about this post