Tantangan lainnya, yaitu pergeseran isu perempuan. Petty mengakui ada tren mengenai isu perempuan yang ramai dibicarakan oleh audiens. Tren tersebut berubah seiring waktu, seperti isu body shaming yang besar dengan dipicu oleh sosial media, tetapi kemudian berubah dengan isu lainnya.
“Kalau kita mau isu perempuan lebih nonjol, kita harus punya lobi yang lain. Yang lebih gampang, perempuan equal di media harus dimulai dari visi misi perusahaannya,” ujarnya.
Mengangkat isu perempuan, diakui Editor Media Indonesia, Indrastuti tidak cukup mudah. Menurutnya, pembuat kebijakan di media arus utama perlu memiliki kemauan (willingness) untuk memberi porsi isu perempuan. “Isu perempuan tampil di HL (headline) kalau ada kejadian besar,” ujarnya.
Sementara itu, jurnalis Kompas, Sonya Hellen Sinombor mengungkapkan isu perempuan setiap hari menghiasi media, tetapi yang terpenting adalah perspektifnya. Dia berharap media tidak menampilkan perspektif yang merendahkan atau eksploitasi perempuan.
“Perempuan berhadapan dengan hukum, ada selalu di meja redaksi, tapi bagaimana itu ditampilkan? Yang ditampilkan semustinya perspektif perempuan, tapi lagi-lagi, tidak mudah. Kita perempuan jurnalis harus saling memberi penguatan,” ujarnya.
Dengan berbagai tantangan yang ada, Dian Kardha, Managing Editor Nova mengungkapkan, sesama media perempuan perlu berkolaborasi untuk membesarkan suara, bukan saling anggap sebagai kompetitor. Apalagi saat ini, media menghadapi tantangan munculnya influencer yang turut berebut advertorial.
“Kalau kita kolaborasi voicenya bisa lebih besar, 10 media perempuan atau mainstream suarakan satu hal, pastikan sebarnya lebih luas,” ujarnya.
Lestari Nurhajati, Editorial Adviser Konde.co mengungkapkan saat ini banyak media arus utama membuka kanal isu perempuan ataupun khusus menarget pembaca perempuan. Akan tetapi, masih menghadapi persoalan klasik mendapatkan pembaca dan mampu bertahan secara finansial tetapi tetap kritis.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya pemetaan kondisi media perempuan di Indonesia untuk mendapatkan gambaran tantangan dan kebutuhan untuk tumbuh semakin kuat ke depan.
“Mapping media di Indonesia sudah cukup kuat yang menggambarkan bagaimana media bisa bertahan, tapi bagaimana dengan media perempuan di Indonesia, itu masih perlu digali,” ujarnya.**
Discussion about this post