PRESIDEN RI Jokowi dalam pidato pengantar RUU APBN Tahun Anggaran 2023 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR RI tahun sidang 2022 – 2023 di gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa, menyatakan optimis tren pertumbuhan ekonomi akan berlanjut, ditandai menguatnya hingga kuartal II-2022 di berbagai sektor strategis, seperti manufaktur dan perdagangan, didukung oleh konsumsi yang mulai pulih dan solidnya ekspor.
Jokowi menyatakan, RAPBN disusun dengan mempertimbangkan agenda pembangunan yang harus terus berlanjut, disertai dengan kewaspadaan terhadap risiko dari global agar konsolidasi fiskal tidak terhambat. Salah satu asumsi makro yang menjadi dasar penyusunan RAPBN adalah, pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan bisa mencapai 5,3 persen pada 2023 seiring dengan keberlanjutan penguatan ekonomi nasional.
Pemerintah menilai, untuk mewujudkan sasaran tersebut adalah melalui ekspansi produksi yang konsisten untuk membuka lapangan kerja serta mengakselerasi agenda reformasi struktural. Desain RAPBN 2023 juga harus senantiasa Waspada, Antisipatif dan Responsif terhadap berbagai kemungkinan skenario yang bergerak sangat dinamis dan berpotensi menimbulkan gejolak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam jumpa pers menegaskan, RAPBN 2023 siap merespons berbagai potensi terjadinya risiko akibat ketidakpastian ekonomi global. Kata dia, RAPBN akan menjadi peredam tekanan dari eksternal, seperti ketidakstabilan harga komoditas, maupun internal seperti utang dan defisit. “APBN 2023 masih memegang peran pertama, menjadi tools untuk meng-absorb shock yang terjadi,” katanya
Sri Mulyani menjelaskan, tema RAPBN 2023 adalah optimisme berkat capaian dalam dua tahun terakhir yang sangat positif, seperti pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 yang menguat 5,44 persen. Selain optimis, RAPBN 2023 turut bertema waspada terhadap risiko ketidakpastian yang masih tinggi karena scarring effect dari pandemi Covid-19 sekaligus tekanan global lainnya.
Scarring effect berupa inflasi yang tinggi berpotensi memicu stagflasi, sedangkan perlambatan ekonomi global akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik. Perang di Ukraina pun menyebabkan gangguan sisi suplai, yaitu harga komoditas tinggi sekaligus pengetatan kebijakan moneter menyebabkan cost of fund tinggi dan menekan nilai tukar.
“Kita waspada, karena scaring effect dari pandemi dan sekarang munculnya inflasi, ekonomi global melemah dan geopolitik yang semakin tidak pasti,” jelas Sri Mulyani.
Risiko RAPBN 2023 ini juga mengembalikan defisit anggaran di bawah 3 persen PDB untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, yaitu 2,85 persen PDB atau Rp 598,2 triliun, dengan belanja negara sebesar Rp 3.041,7 triliun serta pendapatan negara Rp 2.443,6 triliun.
Selain fokus kepada belanja prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial, RAPBN juga disiapkan untuk mendukung pembangunan IKN (Ibu Kota Negara), persiapan pemilihan umum sekaligus pengadaan alutsista. RAPBN 2023 juga sudah tidak lagi menyediakan postur untuk Penanganan Covid-19 dan PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) sesuai UU Nomor 2 Tahun 2020, sehingga kebutuhan pembiayaan kembali ke pagu belanja Kementerian Lembaga masing-masing.
Discussion about this post