Menurut ilmuwan Rusia A.M.Petrov, sebetulnya kayu manis yang beredar di bangsa Romawi berasal dari Asia Tenggara dan India Selatan. Para pedagang Arab merahasiakan tempat asal rempah ini sehingga pembeli hanya bisa mendapatkannya dari mereka.
Pada masa kolonial, para dokter dan apoteker diberi tugas untuk mengumpulkan, mencatat dan membuat ilustrasi rempah-rempah beserta kegunaan dan tempatnya tumbuh. Dokter Jacobus Bontius adalah pegawai VOC yang gigih memadukan hasrat meneliti alam dan merawat orang sakit.
Dia membuat karya berjudul De Medicina Indorum berisi gambaran pengamatan terhadap penyakit di Batavia, cara perawatan, penggambaran alam terkait tumbuhan yang dianggap berkhasiat.
Pengobatan tradisional Indonesia –yang pada perjalanannya dipengaruhi sistem pengobatan dari China, India dan Arab– telah tersurat dalam kitab-kitab kuno Nusantara hingga relief candi Borobudur. Sejak dulu kala, masyarakat telah bergantung kepada alam untuk penyehatan dan penyembuhan. Rempah adalah bagian dari sistem pengobatan tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui lisan dan tulisan.
Kegunaan dari jamu, diakui oleh dokter di Indonesia sejak dahulu kala. Pada akhir 1930, Abdul Rasyid dan Seno Sastroamijoyo menganjurkan jamu digunakan sebagai upaya pencegahan untuk mengganti obat. Sembilan tahun kemudian, Ikatan Dokter Indonesia menggelar konferensi dengan dua bintang tamu pengobat tradisional yang diminta mempraktikkan pengobatan tradisional. Pada tahun yang sama, konferensi pertama tentang jamu digelar di Solo dan dihadiri para dokter.
Setahun kemudian, Goelarso Astrodikesoemo dalam kongres kedua VIG (IDI) di Solo mengimbau dokter-dokter agar mulai menyelidiki obat tradisional. Diputuskan, obat-obat rakyat dan cara pemakaiannya perlu dipelajari secepat mungkin.
Saat perang berlanjut, tenaga kesehatan belajar penggunaan jamu secara otodidak mengingat stok obat sintetik yang terbatas. Politik Berdikari dari Presiden Soekarno memberi kesempatan kepada kemandirian pengobatan dengan mengeksplorasi dan memanfaatkan bahan alam kekayaan Indonesia.
Peneliti Utama Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Kementerian Pertanian, Dr. Otih Rostiana, mengutarakan hal senada mengenai upaya mengembalikan kejayaan rempah di Indonesia seperti dahulu kala.
“Bangsa sehat dengan rempah-rempah yang ada sepanjang masa dan perlu dilestarikan sepanjang hayat dikandung badan,” kata Otih.
Penelitian dan pemanfaatan rempah agar bisa menjadi jamu, obat herbal terstandar dan pada akhirnya menjadi fitofarmaka yang khasiatnya telah terbukti ilmiah lewat uji klinik masih dan harus terus berlangsung. Memaksimalkan penggunaan rempah-rempah di Nusantara sebagai obat bukan cuma demi kesehatan masyarakat, tetapi juga berujung pada peningkatan perekonomian karena dapat menyejahterakan para petani rempah. ** Ant
Artikel ini telah terbit di Tabloid Matra Bisnis.
Discussion about this post