“Saya bersyukur lembaga jasa keuangan terus menerus beradaptasi untuk mempertahankan eksistensinya untuk mendukung kebutuhan konsumen dengan terus berinovasi dalam keuangan digital yang lebih efisien, aman, cepat, serta mengedepankan aspek kesehatan di tengah pandemi,” ucap dia.
Namun dengan tingkat literasi keuangan dan literasi digital yang masih rendah, ia menilai hal tersebut menimbulkan tantangan dan risiko yang baru.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2019 mencatat hanya 38 persen masyarakat yang memiliki pemahaman memadai tentang produk dan layanan keuangan, jauh lebih rendah dari tingkat penggunaan produk keuangannya, yakni 76 persen
Artinya, masih banyak masyarakat yang telah menggunakan produk layanan keuangan tanpa dibekali pemahaman produk layanan keuangan, misalnya mengenai risiko hingga denda yang ada. Oleh karena itu, Tirta mengatakan segala kebijakan dalam meningkatkan literasi keuangan sangat penting dilakukan bersama.
Tirta menilai, keluarga memainkan peran yang sangat vital dalam mengakselerasi proses literasi keuangan.
“Berdasarkan survei, anak-anak cenderung menerima edukasi keuangan dari orangtua,” katanya.
Maka dari itu, OJK meluncurkan buku saku cerdas mengelola keuangan bagi calon pengantin. Dengan keuangan keluarga yang bisa dikelola dengan baik, Tirta meyakini perekonomian bisa berjalan dengan teratur, stabil, dan berkelanjutan. Hal tersebut mengingat adanya hubungan positif antara kesehatan keuangan keluarga dengan stabilitas sistem keuangan nasional secara umum.
“Perencanaan keuangan bagi setiap warga Indonesia menjadi sangat penting karena keluarga menjadi salah satu pilar perekonomian, di mana kesehatan keuangan keluarga akan menberi pengaruh terhadap kesehatan keuangan negara secara keseluruhan,” ungkapnya.
Menurut Tirta, orangtua dengan perilaku positif dalam mengelola keuangan juga akan melahirkan anak dengan sikap dan perilaku yang sehat secara keuangan. Selain itu, keluarga dengan tingkat ketahanan keuangan yang tinggi juga akan lebih tahan terhadap permasalahan keluarga.
Ia menyebutkan setiap tahunnya terjadi sekitar 400 ribu kasus perceraian di Indonesia. Berdasarkan data Direktur Jenderal Peradilan Agama Mahkamah Agung tahun 2018, penyebab utama perceraian rumah tangga adalah faktor ekonomi, yakni sebesar 28,2 persen.
“Angka ini relatif sangat tinggi, oleh karena itu literasi keuangan keluarga menjadi sangat penting untuk menciptakan ketahanan keluarga, serta bisa menciptakan kebiasaan sehat anak-anak dalam mengelola keuangan,” ucap Tirta. ** Ant
Discussion about this post