Terkait keluhan eks Nasabah BPR Universal Kalbar di Pontianak yang berujung pada pelaporan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu, manajemen BPR Universal Kalbar menyampaikan tanggapannya pada Senin, 1 Juli 2025.
Bima Wahyu Syahputra, Compliance & Police Prosedure Head BPR Universal Kalbar didampingi Dafid Nego Sinaga, Spv Collection BPR Universal memberikan penjelasan, bahwa tanggapan ataupun jawaban terkait keluhan eks nasabah tersebut, juga telah dilakukan kepada pihak OJK.
Terkait pernyataan debitur yang menyatakan kontrak kredit tidak diberikan, Bima Wahyu Syahputra, Compliance & Police Prosedure Head BPR Universal menyampaikan, berdasarkan tanda terima yang sudah diberikan, maka bank sudah melakukan prosedur sesuai ketentuan yang berlaku dalam hal pemberian kontrak kredit kepada debitur.
“Sehingga alasan yang disampaikan oleh debitur, bahwa debitur tidak diberikan kontrak kredit adalah tidak dapat diterima,” tegas Bima.
Dia menjelaskan, terkait debitur menyatakan perihal kesepakatan penebusan SHM Rp 30 juta, namun pada tanggal 8 Agustus 2024 debitur melakukan penebusan SHM dengan nominal Rp 34,65 juta, menurut Bima, berdasarkan SPPK (Surat Persetujuan Prinsip Kredit) yang sudah disepakati bersama antara kreditur dan debitur dalam hal penarikan jaminan atau agunan secara parsial, maka disebutkan nominal wajib menyetor dana minimal sebesar Rp 30 juta per sertifikat atau nominal lain yang ditentukan kemudian oleh PT. BPR Universal Pontianak selaku kreditur.
“Sehingga alasan yang disampaikan oleh debitur, bahwa debitur merasa ada penambahan yang harus dibayarkan pada saat penarikan jaminan, sudah sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati bersama,” katanya.
Berikutnya, terkait debitur menyatakan terdapat biaya tambahan dan kontrak ulang pada saat akan melakukan penebusan sertifikat, maka berdasarkan fasilitas kredit yang diterima debitur, adalah fasilitas kredit Pinjaman Tetap Cicilan (PTC).
Jadi apabila dilakukan penurunan plafon atau penarikan agunan, dan perubahan syarat dan ketentuan kredit, maka akan dilakukan addendum perjanjian kredit.
“Dengan adanya addendum perjanjian kredit akan ada biaya yang timbul, yaitu Legalisasi Addendum Perjanjian Kredit,” ujar Bima.
Discussion about this post