Ninik menilai, bahwa tindakan pengiriman kepala babi kepada redaksi Tempo merupakan bentuk teror dan ancaman terhadap indepedensi serta kemerdekaan pers.
“Padahal kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat sebagaimana disebut Pasal 2 UU 40 tahun 1999 tentang pers. Dan dijamin sebagai Hak Asasi warga negara disebut pasal 4 UU Pers,” ujar Ninik saat jumpa pers di Jakarta, Jumat 21 Maret lalu.
Ninik menyatakan, Dewan Pers dan komunitas pers mengutuk keras setiap bentuk teror dan dengan segala macam bentuknya yang dilakukan terhdap jurnalis dan perusahaan pers.
“Tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme,” tegasnya.
Kata Ninik, dalam menjalankan tugasnya sebagai jurnalis bisa saja melakukan kesalahan, termasuk dalam pemberitaan yang diterbitkan sebuah media. Namun
melakukan tindakan teror terhadap jurnalis merupakan tindakan yang tidak berprikemanusiaan sekaligus melanggar Hak Asasi Manusia.
“Karena hak memperoleh informasi merupakan hak manusia yang hakiki. Masyarakat yang keberatan atas kesalahan atas produk jurnalistiknya atau merasa dirugikan terhadap pemberitaan, bisa melakukan hak jawab, hak koreksi atas produk jurnalistik, sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” ujarnya.
Ninik berharap, tekanan ini tidka mengurangi daya kritis dan daya kekuatan jurnalis untuk bekerja. “Tidak usah takut! Tetap bekerja secara profesional, tapi harus pertimbangkan keamanan,” imbuhnya.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengomentari jawaban Kepala Sekretariat Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi bahwa pengiriman kepala babi tersebut ya dimasak saja, merupakan komentar yang dapat merusak citra Presiden Prabowo. Dia meminta agar Polri mengusut tuntas siapa di balik teror terhadap Redaksi Tempo tersebut.
“Pemerintah harusnya usut siapa aktor di balik pengiriman kepala babi yang merupakan ancaman. Serta pernyataan Hasan Nasbi harus ditegur. Kami minta pemerintah dididik untuk menghormati pers,” ujar Ketua YLBHI, Mohammad Isnur. **
Discussion about this post