Bermain layangan yang menjadi hobi dan budaya masyarakat, mungkin bisa disebut sebagai hobi menyenangkan sekaligus menyeramkan. Mengasikkan tapi juga mengerikan, bahkan bisa membawa petaka bagi orang lain.
Tak hanya merusak jaringan listrik, yang mengerikan adalah petaka yang diakibatkannya, yaitu terjerat tali layangan bergelasan yang terbuat dari logam atau benang gelasan bercampur serbuk gelas, ada lagi yang terbuat dari logam atau kawat. Ketika layangannya putus, talinya melayang-layang, nyangkut ke mana-mana.
Sudah banyak korban yang diakibatkan dari tali layangan ini, dari jeratan leher yang membuat orang terjatuh dari motor, bahkan ada pula yang sampai menjerat lidah. Banyak korban berdarah-darah akibat jeratan tali layangan.
Karena layangan juga membuat orang bentrok, berkelahi hingga menjurus ke pertikaian antar kelompok. Seorang tokoh masyarakat yang sedang mencalonkan menjadi bupati di salah satu daerah Kalimantan Barat juga sempat dibuat pusing oleh pertikaian gegara tali layangan, yang nyaris menjurus ke perkelahian massal. Untungnya tokoh masyarakat tersebut, bergerak cepat dan mendamaikan pihak-pihak yang bertikai.
Ceritanya belum lama ini, seorang anak bermain layangan di Kecamatan Pontianak Timur dan talinya hampir mengena pengendara motor yang kemudian berhenti untuk memarahi bocah tersebut. Orangtua si bocah tak terima. Cilakanya, si orangtua ini memprovokasi teman-temannya untuk melakukan penyerangan. Untung masalah ini sempat dicegah dan diselesaikan secara baik-baik oleh tokoh masyarakat setempat.
Masalah bermain layangan memang sudah lama diwanti-wanti oleh pemilik jaringan listrik alias PLN, bahkan hingga keluar Perda (Peraturan Daerah) Kota Pontianak Nomor 19 tahun 2021 tentang penyelenggaraan ketertiban umum, ketentraman masyarakat dan perlindungan masyarakat. Perda ini melarang permainan layangan, pembuat, penjual dan penguasai layangan.
Pelanggarnya bakal dikenakan sanksi denda tipiring sebesar Rp 500 ribu, pidana penjara paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp 50 juta. Melalui Perda ini, Satpol PP dan TNI AD rutin melakukan razia layangan, petugas juga menertibkan penjual layangan dengan menyita layangan yang dijual.
Bahkan di Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat, Perda yang mengatur tentang layangan telah hadir duluan, yaitu Perda Nomor 4 tahun 2010.
Bermain layangan memang agak berkurang, terutama di area perkotaan, namun masih sering ditemui di daerah-daerah pinggiran, yang justru dekat dengan tower-tower milik PLN. Akibatnya, gangguan listrik kerap terjadi.
“Jadi kalau lampu di rumah berkedip, itu tandanya terjadi gangguan dari tali layangan,” kata Abdul Salam Nganro, General Manager Unit Induk Penyaluran Pusat Pengatur Beban (UIP3B) Kalimantan ketika menggelar Ekosistem Peduli Listrik (EPL) di Pontianak, Kamis 14 November 2024.
Kepada sejumlah media, Salam Nganro berkata, bahwa setiap daerah punya keunikan masing-masing, punya budaya yang berbeda-beda, sehingga probabilitas atau kemungkinan terjadinya gangguan agak berbeda.
“Apa yang kita lakukan untuk mencegah gangguan listrik akibat layangan bukanlah untuk menghilangkan budaya, tapi bagaimana kita menjaga budaya yang tidak berdampak pada keselamatan masyarakat, juga tidak berdampak pada pasokan listrik,” tutur Nganro.
“Listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Secanggih apapun teknologinya, secanggih apapun handphone nya, kalau tidak ada listrik maka tidak akan ada gunanya,” katanya lagi.
Nganro mengungkapkan, gangguan pasokan listrik akibat layangan paling mendominasi pada tahun 2022. Sebanyak 89 persen atau 73 kali gangguan akibat tali layangan, sementara gangguan alam yakni petir hanya 7 persen saja atau 6 kali, dan akibat pohon hanya terjadi tiga kali atau sebesar 4 persen saja.
Sementara di tahun 2023, angka ini meninggi sebanyak 186 kali gangguan layangan, petir 12 kali dan pohon tumbang 21 kali. Tahun 2024 tercatat 35 kali gangguan layangan, 8 kali akibat gangguan petir dan 2 kali pohon tumbang.
Dampaknya, listrik padam akibat layangan dalam dua tahun terakhir dialami lebih dari 300 ribu pelanggan, sedangkan di tahun 2024 nihil.
Tidak terjadinya pemadaman listrik akibat tali layangan tahun ini, lantaran PLN membentuk Tim Langit Biru yang rajin melakukan razia layangan, sekaligus melakukan edukasi. Pendekatan yang dilakukan dalam upaya menyadarkan masyarakat tentang bahayanya bermain layangan adalah secara persuasif. Dari masyarakat biasa hingga ke sekolah-sekolah. Hasilnya, gangguan pasokan listrik dari layangan menurun drastis, dari 185 kali menjadi 35 kali.
Selain Tim Langit Biru, PLN juga punya pasukan elit, namanya Pasukan PDKB (Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan). Pasukan ini sangat terlatih dalam melakukan pemeliharaan, perbaikan dan penggantian isolator, konduktor maupun komponen lainnya pada jaringan listrik tanpa harus memadamkan aliran listriknya.
Tim PDKB hanya terdiri 13 orang saja, yang bertanggung jawab mengurusi dan menjaga 2000 tower di Kalimantan Barat bertegangan tinggi, yakni 150 ribu volt. Bandingkan dengan tegangan di rumah yang hanya 220 volt. Mereka bekerja memanjat dalam ketinggian tower 35 – 45 meter. Dalam satu hari bisa 4 sampai lima kali mereka memanjat untuk membersihkan sampah layangan yang nyangkut di kabel atau jaringan. Ini untuk menjaga jaringan listrik di rumah pelanggan tidak padam.
Discussion about this post