Karena ia seorang perempuan atau mempengaruhi secara tidak proporsional terhadap perempuan, mengakibatkan, atau mungkin berakibat terhadap kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis. Termasuk atas ancaman tindakan berupa pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik atau dalam kehidupan pribadi.

Data Komnas Perempuan mengungkap, sebanyak 97 kasus KBGO telah terjadi pada 2018. Angka ini melonjak drastis pada tahun 2022 menjadi  4,736 kasus. Pola kasusnya masih didominasi penyebaran konten intim non-konsensual disertai dengan sextortion (pemaksaan untuk melakukan sesuatu melalui ancaman dengan memiliki, atau mengklaim memiliki, konten seksual orang lain).
Sementara data SAFEnet mencatat ada sebanyak 60 kasus KBGO pada 2019 menjadi 2.055 kasus pada 2021. Sebanyak 1.077 aduan (52,40 persen) di antaranya berupa penyebaran konten intim non-konsensual.
“Rentang usia korban KBGO beragam, dari anak-anak hingga dewasa,” jelas Uni.
Laporan Regional Alliance for Free Expression and Information UN Women pada 2022 mencatat KBGO lebih rentan dialami oleh perempuan. Terutama mereka yang memiliki suara publik, misalnya jurnalis, komunikator, dan pembela hak asasi manusia.
Sejak 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online. Dan menggarisbawahi bahwa kekerasan dan kejahatan siber memiliki pola kasus yang semakin rumit. Pada 2017, ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan.
Sepanjang 2017, setidaknya ada 8 bentuk kekerasan berbasis gender online yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan, yaitu pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).
Sementara itu, dalam Internet Governance Forum dipaparkan, bahwa kekerasan berbasis gender online mencakup spektrum perilaku, termasuk penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan eksploitasi.
KBGO juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata saat offline.
Kegiatan workshop yang diikuti belasan peserta jurnalis dari berbagai media ini, juga menampilkan pembicara dari SAFEnet, Aseanty Pahlevi yang memaparkan lebih detil tentang cara aman dalam menggunakan internet untuk menghindari KBGO, serta apa yang harus dilakukan ketika dihadapkan pada kasus-kasus kejahatan di dunia maya. **
Discussion about this post