Ketahanan pangan merupakan benteng dari pertahanan dari suatu negara ketika ketahanan pangan suatu negara terancam, maka keberlangsungan hidup suatu bangsa dipertaruhkan. Asumsi ini cukup menjelaskan bahwa mengapa ketahanan pangan selalu menjadi perhatian besar di berbagai banyak negara di dunia.
Dalam berbagai pertemuan tingkat dunia, masalah ketahanan pangan selalu menjadi agenda utama. Sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan ketahanan pangan tidak pernah lepas dari perhatian pemerintahan di berbagai belahan dunia.
Yang pertama yaitu Jumlah penduduk dari suatu negara ketahanan pangan dari suuatu negara dan tak lupa napas kehidupan miliaran penduduk didunia itu hal yg sangat paling penting. Yang ke dua terjadinya perubahan iklim yang berdampak pada penurunan produktivitas terhadap ketahanan pangan nasional.
Yang ke tiga mulai terbatasnya sumber sumber terhadap ketahanan pangan nasional ketiga faktor ini berpeluang besar menghadirkan ancaman bagi keberlangsungan ketahanan pangan di setiap suatu negara, tidak terkecuali pada negara Republik Indonesia.
Indonesia sendiri kini tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia. Dari Data Badan Pusat statistik menyebutkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir rerata jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia persentasenya sebanyak 1, 49 persen per tahun.
Angka pertumbuhan tersebut, mencerminkan besarnya tantangan yang harus dihadapi dalam mencapai ketahanan pangan. Oleh sebab itu pemerintah selalu menempatkan masalah ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pada pembangunan nasional di indonesia dan sudah tertuang dalam setiap rencana prioritas pembangunan jangka menengah nasional ( RPJMN).
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang ini pencapaian kedaulatan pangan menjadi bagian dari agenda ke tujuh Nawa cita untuk negara kesatuan Republik Indonesia. Pada suatu negara dianggap sudah mampu memiliki ketahanan pangan yang baik, jika semua penduduk setiap saat dapat memiliki akses terhadap bahan pangan dalam jumlah dan mutu yang sesuai bagi persyaratan kehidupan yang sehat dan produktif.
Oleh karena itu stablisasi terhadap harga pangan sangat berperan, dalam upaya ini, memantapkan ketahanan pangan nasional. Pada ketahanan ekonomi dan stabilitas politik nasional. Dalam pengalaman pada tahun 1966, sampai dengan tahun 1998 membuktikan, bahwa terjadinya goncangan ekonomi yang kemudian berubah menjadi krisis politik, yang diakibatkan oleh harga pangan yang menlonjak drastis dalam waktu pendek.
Pada pasca penghargaan swasembada pangan, ada kesan di kalangan pengambil kebijakan masalah pangan ini, khususnya beras dianggap telah tuntas. Pemerintah terlena dengan penghargaan FAO atas keberhasilan mewujudkan swasembada pangan di tahun 1984 lalu.
Setidaknya dalam hal ini diindikasikan, semakin menyusutnya lahan lahan sawah subur di Pulau Jawa sejak tahun 1984 tersebut, diakibatkan karena lahannya digunakan untuk berbagai kepentingan industri dan perumahan, akibatnya pada produksi beras nasional turun drastis.
Terbukti di tahun 1989 kita telah mengimpor beras sebesar 464.449 ton bahkan 10 tahun kemudian kita dikejutkan dengan jumlah impor yang sangat spektakuler, yaitu sebesar 5,8 juta ton pada tahun 1998 lalu. Kenyataan lain, yang sangat mengejutkan adalah masih banyak ditemukan kasus kekurangan pangan ( rawan pangan ) yang melanda pada beberapa wilayah di Indonesia.
Hasil kerja sama badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian dengan Wolrd Food Programme ( WFP ) menggambarkan situasi ketahanan pangan Indonesia melalui sebuah peta dari ketahanan pangan dari Kerentanan Pangan ( Food Security and vulnerability Atlas – FSVA) diperkuat dengan gratifikasi ketahanan pangan dan kerawanan pangan di Indonesia pada tahun 2013, yang menerangkan bahwa daerah yang masuk dalam kategori tahan pangan yang masih didominasi oleh wilayah Jawa dan Sumatera, sedangkan dari grafik terlihat bahwa proporsi penduduk yang tahan pangan terus mengalami penurunan, sementara pada penduduk rawan dan sangat rawan pangan justru mengalami peningkatan.
Konsep ketahanan pengan (food security) lebih luas dibandingkan dengan konsep swasembada pangan, yang hanya berorientasi pada aspek fisik kecukupan produksi bahan pangan. Beberapa ahli sepakat, bahwaketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok, yaitu ketersediaan pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap bahanpangan tersebut.
Salah satu dari unsur di atas tidak terpenuhi, maka suatunegara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik.Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jikaakses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, makaketahanan pangan masih dikatakan rapuh.
Discussion about this post