Dalam liputan tersebut juga terungkap adanya pemalsuan surat kuasa untuk membuat Surat Keterangan Tanah (SKT), serta adanya orang yang memobilisasi pembuatan SKT yang kemudian dijual ke perusahaan. Hal inilah yang sempat disampaikan perwakilan masyarakat Pulau Gelam Hartanto dan Arsyadi yang datang dalam kegiatan, bahwa permasalahan SKT sangat buruk dampaknya.
Turut hadir sebagai penanggap Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Raden Petit Wijaya. Ia menyampaikan, semua pihak terlibat dalam mengawasi Pulau Gelam dan Polda siap menerima laporan masyarakat jika ada pelanggaran.
Melky Nahar, dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memberikan apresiasi pada stakeholder yang bersedia hadir dalam diseminasi itu. “Jarang ada yang mau hadir pada kegiatan seperti ini,” ujarnya. Namun dia menambahkan ada tantangan besar yang dihadapi Pemprov Kalbar terkait urusan pertambangan.
“Urusan tambang saat ini lebih banyak dikuasai pemerintah pusat. Kewenangan yang ada di kabupaten kota dicabut dan dipindahkan ke provinsi,” katanya. Namun kebijakan dari pusat itu kontradiksi. Mulai Maret 2024 seluruh pulau kecil di indonesia ada 35 yang sudah dijejali proyek tambang, termasuk Gelam.
Dia menilai, BKPM terlalu gampang menerbitkan izin perusahaan dan masyarakat semakin sulit. Ancaman saat ini bukan hanya pada 35 pulau kecil, namun semua pulau yang punya potensi tambang apalagi yang menjadi ruang hidup warga.
“Ruang hidup tak dibatasi dengan hal administratif, bagaimana ruang laut mereka. Sehingga sangat tidak bisa membaca pulau gelam hanya dari konteks itu (izin,red) saja, kita harus membaca potret situasi di sekitarnya,” tambahnya.
Melky juga menyoroti soal AMDAL yang kerap kali hanya menjadi pemenuhan persyaratan administratif semata. Amdal tidak mencerminkan satu contoh nyata yang memitigasi risiko.
Dalam kesempatan yang sama, menurutnya celah Tipikor dalam perizinan Minerba, tidak hanya pada penerbitan izin saja. Namun, juga turut meliputi pemanfaat air laut, kawasan hutan dan AMDAL.
Liputan kolaborasi ini juga didukung oleh Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Yayasan WeBe, Hijau Lestari Negeriku, dan Garda Animalia melalui Bela Satwa Project. (*)
Discussion about this post