Selain itu, BPKP juga melakukan evaluasi akuntabilitas dan tata kelola BUMDesa dengan mengambil uji petik 10 BUMDesa di Kabupaten Landak.
“Hasil monitoring dengan uji petik menemukan seluruh BUMDesa belum menyusun Rencana Bisnis (Renbis), tidak memiliki inovasi, tidak memiliki kerja sama dengan pihak ketiga, dan tidak memasarkan produknya ke marketplace,”ungkap Farah.
Penyebabnya, pengurus BUMDesa kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan rencana kerja dan rencana bisnis, termasuk pemahaman mereka atas analisis pasar, perencanaan keuangan, dan manajemen risiko.
“Selain pengetahuan, faktor penyebab lainnya adalah pengelola BUMDesa tidak memahami manfaat dari kerja sama dengan pihak ketiga, seperti keraguan dan kekhawatiran BUMDesa bekerja sama dengan Unit Ekonomi Masyarakat (UEM) akan mengurangi keuntungan,” tambahnya.
Menurut dia, kurangnya dukungan yang diberikan pemerintah daerah juga menjadi salah satu penyebab mandeknya kerja sama BUMDesa dengan pihak ketiga.
Selain itu, hasil monitoring BPKP menemukan, sebanyak 7 BUMDesa belum memberikan kontribusi ke PADesa, 6 BUMDesa belum menyusun Rencana Program Kerja (RPK), 4 BUMDesa belum berbadan hukum, dan 2 BUMDesa tidak aktif menjalankan kegiatan operasionalnya.
“Penyebab umumnya, sumber daya manusia yang terbatas, fokus BUMDesa hanya pada satu jenis usaha, akses ke pasar yang terbatas, dan sengketa bisnis yang tidak terselesaikan,” tambahnya.
Menyambung yang disampaikan Farah, Rudy mengingatkan kembali, pemerintah daerah harus dapat menghasilkan rencana aksi dalam menindaklanjuti tantangan ke depan.
“Seluruh elemen pemerintah daerah harus bergotong royong membangun BUMDesa sehingga berhasil meningkatkan perekonomian desa di seluruh penjuru Kalimantan Barat,” tutupnya. **
Discussion about this post