Aksi muda jaga laut digaungkan oleh Yolanda Erina Parede, Koordinator Nasional Penjaga Laut, saat seminar memperingati Hari Keanekaragaman Hayati dalam rangka Dies Natalies Universitas Tanjungpura ke 64 di Pontianak, Kalimantan Barat, akhir Mei 2023 lalu.
Dengan penuh semangat, Yolanda mengajak kaum muda untuk bersama berkontribusi melindungi laut. “Penjaga Laut hadir bukan hanya menambah daftar baru organisasi atau komunitas, tapi justru lahir sebagai simbol jaringan yang peduli laut,” tutur dia.
Dengan penuh semangat, Yolanda berkata, untuk menjadi Penjaga Laut, tak perlu harus duduk di jajaran pemerintahan dulu, menjadi dosen dulu atau cita-cita ke depan mau jadi apa, tapi kapan pun kita bisa melakukan yang terbaik. Karena setiap orang punya kontribusi uniknya masing-masing, bisa bikin aksi bersama, bahkan bisa dimulai dari rumah sendiri.
Menurut Yola, bumi kita sudah tidak baik-baik saja. Tak perlu menunggu sampai tahun 2045, yang katanya akan terjadi iklim emergency (climate emergency). Tapi sudah terjadi dari sekarang. “Penjaga Laut hadir dan memberi jawaban. Tidak hanya bicara masalah yang mungkin tidak ada jawabannya, tapi apa yang anak muda bisa berikan kepada bangsa,”kata Yola.
Penjaga Laut merupakan jaringan relawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Ibarat payung besar, Penjaga Laut menjadi wadah setiap individu dan komunitas yang memiliki kepedulian akan laut. “Di dalamnya, kita akan jahit setiap komunitas yang tadinya bergerak sendiri-sendiri, akhirnya bisa menjadi suara yang terlalu kuat untuk dibungkam,”tegas dia.
Relawan Penjaga Laut lahir pada 28 Oktober 2020. Dengan semangat Sumpah Pemuda, mengajak para muda bersama berkontribusi melindungi laut dengan beragam aksi-aksi yang positif.
Aksi Muda Jaga Iklim digelar setiap tahun, dengan komunitas seluruh Indonesia. Tahun 2021 lalu, aksi ini digelar di 142 titik dengan peserta aksi lebih dari 7000 orang. Lanjut tahun 2022, pesertanya bertambah menjadi 21 ribuan lebih, dengan melakukan aksi di 279 titik lokasi. Kegiatannya antara lain, aksi bersih-bersih pantai dan menanam mangrove.
Kegiatan seminar bertajuk, Peran Keanekaragaman Hayati untuk Wilayah Pesisir Borneo dan Laut Indonesia menuju Indonesia FOLU Net Sink 2030 ini, dibuka oleh Herlina Darwati, S. Hut, M.Si, Dosen Fakultas Kehutanan Untan, Pontianak, Kalimantan Barat.
Herlina mengungkapkan, giat ini merupakan salah satu wujud peran serta BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan Fakultas Kehutanan bersama Penjaga Laut, Gemawan serta Yayasan Borneo, untuk bersama-sama memahami dan menerapkan semangat kerja kolaboratif.
“Inilah yang dicanangkan dalam Indonesia FOLU Net Sink 2030, yakni wujud nyata kontribusi sektor kehutanan bagi kepentingan nasional dan global,” ucap Herlina.
FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca, dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi, di mana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Dalam target, diproyeksikan angka net sink 140 juta ton CO2e atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2e.
Dia menegaskan, untuk mencapai Indonesia FOLU Net Sink, tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, sebanyak apapun gerakan atau program yang dilaksanakan, tidak akan tercapai jika tidak ada kerjasamanya. “Ini momen yang baik sekali bagi kita bekerjasama, saling memahami, satukan visi, satukan semangat. Generasi muda, khususnya mahasiswa harus ikut berperan menjaga alam, demi kebaikan bersama,” imbuhnya.
Indonesia’s FOLU Net Sink menargetkan tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 akan seimbang, atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Sektor kehutanan menyumbang porsi terbesar target penurunan emisi gas rumah kaca, dengan kontribusi sekira 60 persen dalam pemenuhan target netral karbon atau net-zero emission.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 terdiri atas Rencana Operasional sebagai tindak lanjut Perpres 98 Tahun 2021, terkait penyelenggaraan nilai ekonomi karbon serta Kepmen 168 Tahun 2022, tentang Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim.
Kementerian LHK juga telah menyusun Rencana Strategis dan Rencana Kerja, sebagai dasar pelaksanaan di tingkat regional dan daerah. Adapun target penyerapan emisi GRK yang ingin dicapai pada tahun 2030, adalah sebesar -140 juta ton CO2e.
Discussion about this post