Gubernur BI Perry Warjiyo berkata, lewat gerakan Gernas PIP, BI bersama pemerintah melakukan langkah-langkah konkret untuk menjaga daya beli masyarakat melalui dorongan produksi dan ketahanan pangan nasional.
Untuk mencapai target tersebut, 7 program unggulan telah disiapkan Gernas PIP. Ketujuh program ini adalah, operasi pasar, pasar murah, Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH); dan perluasan kerja sama antardaerah (KAD), optimalisasi fasilitasi distribusi pangan strategis atau subsidi ongkos angkut, implementasi gerakan urban farming dan replikasi best practice klaster pangan. Kemudian, optimalisasi alat dan mesin pertanian (alsintan) dan sarana produksi (saprodi); penguatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), digitalisasi, data dan informasi pangan, serta penguatan koordinasi dan komunikasi untuk menjaga ekspektasi inflasi.
Sinergi antarkebijakan Menindaklanjuti arahan Presiden dalam Rakornas, BI berupaya untuk terus bersinergi dengan pemerintah melalui tiga kebijakan. Pertama, BI akan mendorong sinergi kebijakan mengatasi inflasi pangan bersama Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
“Dalam GNPIP, ada operasi untuk ketersediaan makanan dan kerja sama antardaerah dari yang surplus ke yang defisit, supaya memang betul-betul arus barang itu bisa teratasi. Kemudian juga, penggunaan anggaran di daerah. Anggaran darurat itu bisa dilakukan,” ujarnya saat menghadiri Rakornas.
Perry menargetkan, melalui kebijakan tersebut, inflasi pangan nasional bisa diturunkan dari 11,47 persen menjadi maksimal 5 persen atau 6 persen. Dengan begitu, daya beli masyarakat akan semakin membaik dan inflasi semakin terkendali.
Ke dua, dari sisi fiskal, pemerintah memberikan subsidi energi dan listrik. Kebijakan ini diambil untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga energi global sehingga masyarakat tidak terbebani.
Ke tiga, BI mengerahkan kebijakan moneter yang berfokus untuk stabilitas ekonomi negara atau pro-stability. Langkah kebijakan ini diwujudkan melalui stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Saat ini, tingkat depresiasi nilai tukar Rupiah termasuk yang terbaik ketimbang negara lain, yakni dengan year-to-date lebih kurang 3,5 persen. “Kami lakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah supaya tidak mengganggu pemulihan ekonomi. Dengan demikian, harga barang di dalam negeri tidak naik karena gejolak global,” ujar Perry.
Kata dia, kebijakan moneter juga diwujudkan BI dengan mengendalikan likuiditas ekonomi agar tidak berlebih. Dengan kebijakan ini, lembaga perbankan bisa tetap menyalurkan kredit.
“Kredit yang disalurkan perbankan sudah lebih dari 10 persen. Bahkan, penyaluran kredit UMKM telah lebih dari 16 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
BI juga mengerahkan kebijakan lain, seperti makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pasar uang, usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan ekonomi keuangan syariah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi atau pro-growth. Perry pun menyampaikan apresiasi kepada pemerintah pusat dan daerah, yang telah bersinergi dalam GNPIP.
“Untuk ke depan, mari semakin bersinergi untuk pengendalian inflasi bagi kesejahteraan rakyat dan pemulihan ekonomi. Hal ini agar kita bisa pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, untuk Indonesia maju,” tutur Perry. **
Pewarta/Editor : Yuli.S
Discussion about this post