Daftar Hitam TPPU-TPPT antara lain berisikan para pelaku kejahatan siber, baik individu maupun badan hukum agar tidak dapat membuka rekening di seluruh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di seluruh Indonesia, termasuk untuk nasabah pengguna sistem pembayaran lainnya.
“Dalam waktu dekat, PPATK juga akan menyampaikan indikator atau paramater kepada seluruh PJK untuk digunakan dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan terkait BEC. Indikator atau parameter tersebut merupakan masukan dari Public Private Partnership (PPP) atau Intracnet yg diinisiasi oleh PPATK sejak Mei 2021,” tutur Kepala PPATK. yang juga mantan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia untuk Eropa di London.
Dia menjelaskan, bahwa melalui penerapan kewenangan penghentian sementara transaksi keuangan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK telah menyelamatkan dana yang berasal dari hasil kejahatan BEC dalam jumlah signifikan yang terjadi di negara Italia, Belanda, Amerika Serikat, Jerman, Turki, Jepang, dan di beberapa negara lainnya.
“Pada praktiknya, pelaku BEC seringkali memanfaatkan transaksi yang bersifat lintas batas negara, dan melibatkan sindikat yang beroperasi di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia,” urainya.
Selama periode Juli 2020 hingga Juli 2021, hasil kejahatan yang masuk ke sistem perbankan di Indonesia sudah mencapai angka Rp 300 miliar, dan yang berhasil diselamatkan melalui penghentian sementara transaksi mencapai angka Rp 175 miliar. Sisanya tidak berhasil diselamatkan karena sudah ditarik pelaku, yang saat ini sedang proses penyidikan Kepolisian.
Masih tingginya hasil kejahatan yang berhasil ditarik oleh pelaku kejahatan terutama disebabkan keterlambatan informasi yang disampaikan, baik oleh Lembaga Intelijen Keuangan atau Interpol negara asal korban kepada PPATK sehingga dana sudah terlanjur ditarik oleh pelaku.
Untuk mengatasi keterlambatan penyampaian informasi ini, PPATK dalam proses pematangan dalam bentuk koordinasi aktif dengan Kepolisian Negara RI untuk segera membentuk Tim Tanggap Cepat Kejahatan Transnasional (Transnational Crime Rapid Response Team). PPATK juga akan mengoptimalkan Nota Kesepahaman dengan Kementerian Luar Negeri melalui optimalisasi peran Kedutaan Besar RI dalam meningkatkan efektivitas pemberantasan kejahatan internasional seperti kejahatan siber.
“Optimalisasi kerja sama juga dilakukan PPATK dengan jaringan intelijen keuangan global untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan kejahatan siber, khususnya BEC,” ucapnya. ** Ant
Artikel ini telah terbit di Tabloid Matra Bisnis.
Discussion about this post