ASET keuangan digital, termasuk aset kripto membawa potensi yang sangat besar dalam mendorong inovasi di sektor keuangan, meningkatkan efisiensi transaksi, serta membuka akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan digital.
Namun, di balik peluang tersebut, ada pula berbagai risiko yang harus dikelola dengan cermat, seperti volatilitas pasar, potensi penyalahgunaan untuk kegiatan ilegal, serta ancaman terhadap stabilitas sistem keuangan.
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak hanya melihat potensi aset kripto sebagai instrumen inovatif, tetapi juga memastikan bahwa setiap pengembangannya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik,” kata Rochmah Hidayati di hadapan para mahasiswa dalam kegiatan Roadshow Goes to Pontianak Kripto, memperingati Bulan Literasi Kripto (BLK) 2025 yang digelar di Gedung Konference Universitas Tanjungpura Pontianak, Kamis, 20 Februari 2025.
Rochma mengungkapkan, selain eksplorasi potensi aset kripto, salah satu tantangan terbesar dalam industri ini, adalah minimnya literasi masyarakat mengenai aset kripto.
Berdasarkan laporan Cryptoliteracy.org tahun 2024, secara umum hanya 31,8 persen responden global yang benar-benar memahami prinsip dasar aset kripto, sementara di Indonesia, angka tersebut diperkirakan lebih rendah.
Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam adopsi aset kripto. Berdasarkan laporan Chainalysis tahun 2024, Indonesia menempati peringkat ke-3 dalam Global Crypto Adoption Index, di bawah India dan Nigeria.
Data Bappebti juga mencatat, bahwa per Desember 2024, jumlah pelanggan aset kripto meningkat secara persisten hingga mencapai 22,9 juta akun, dengan nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun 2024 mencapai Rp 650,6 triliun atau meningkat 335,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lonjakan ini tidak hanya mencerminkan semakin luasnya pemanfaatan aset kripto oleh masyarakat, namun juga menegaskan peran strategis Indonesia dalam ekosistem keuangan digital global.
Berdasarkan data BAPPEBTI pada Desember 2024, dari total seluruh Investor Kripto di Indonesia, sebanyak 5,1 persen di antaranya adalah Investor Kripto yang berasal dari Kalimantan Barat. Hal ini menunjukkan besarnya minat masyarakat Kalimantan Barat, berinvestasi digital pada instrumen kripto.
Oleh karenanya, OJK menempatkan para Pedagang Aset Kripto sebagai aktor, yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, khususnya dalam konteks penggunaan aset kripto yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
“Peran strategis tersebut, kami tuangkan dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan yang mengamanatkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), termasuk Pedagang Aset Kripto, memiliki kewajiban untuk memberikan edukasi yang memadai kepada konsumen, guna memastikan bahwa setiap keputusan investasi dilakukan dengan pemahaman yang komprehensif terhadap manfaat, risiko, dan karakteristik aset kripto,” jelasnya.
Discussion about this post