Bali dikenal sebagai destinasi wisata yang paling diminati karena keindahan alamnya serta keunikan budaya lokal, yang menjadi magnet para wisatawan di penjuru dunia.
Selain alam semestanya nan indah, Bali juga menyimpan banyak produk unggulan, di antaranya adalah produksi garam tradisional yang menjadi bagian penting dalam mendukung perputaran ekonomi lokal.
Ada juga minuman beralkohol tradisional terbuat dari fermentasi nira kelapa atau nira lontar, yang diolah melalui cara destilasi untuk menghasilkan minuman dengan kadar alkohol tinggi.
Garam dan arak Bali, boleh dibilang merupakan produk unggulan Provinsi Bali yang dibuat secara tradisional dengan kualitas yang tidak diragukan, hingga menembus pasar global.
Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali merupakan salah satu desa yang memproduksi garam berkualitas tinggi tersebut, yang proses pembuatannya dilakukan secara tradisional menggunakan air laut serta tenaga manusia.

Penduduk desa ini tercatat sebanyak 8.390 jiwa lebih, sebagian besar bermatapencaharian di sektor kelautan, yakni nelayan dan petani garam tradisional. Desa ini masuk ke dalam 50 besar ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia) 2024 dari 500 desa di Nusantara.
“Desa Les, Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng, Bali memang banyak memiliki produk-produk dari pertanian, terutama terkait dengan lontar. Karena banyak pohon lontar di sini, sehingg ada home industri pembuatan arak dan gula lontar,” jelas Ketut Agus Winaya, Ketua BumDes Giri Segara, ketika menerima kedatangan rombongan jurnalis dari Kalimantan Barat (Kalbar) dalam kegiatan Capacity Building Media Kalbar 2025 Bank Indonesia Perwakilan Kalbar, Sabtu, 13 September 2025.
Tradisi pengolahan garam di Desa Les Buleleng, Bali sudah ada sejak tahun 1970-an yang diwariskan secara turun temurun, namun BumDes Giri Segara baru mulai menginovasi dan mengembangkan produk garam tersebut pada tahun 2023.
“Adanya BumDes, membuat masyarakat di desa ini semakin berkembang. Kalau dulu produk garam petani di sini sulit dipasarkan, sekarang sudah bisa dilakukan secara luas. Dengan berkembangnya informasi dan sosial media, Desa Les semakin ramai dikunjungi turis,” tutur Ketut Agus Winaya.
Desa ini nyaris memiliki semua yang diinginkan wisatawan. Orang Bali menyebut daerahnya dengan istilah negara gunung. Ada gunung, bukit dan juga dekat ke pantai. Daya tarik lainnya adalah air terjun yang hanya butuh sepuluh menitan saja menuju ke pantai, sementara dari bukit ke pantai hanya 15 menit.
Yang menarik lagi, adalah seni pembuatan garam dari pesisir air laut yang terbentang di desa ini, dan merupakan salah satu produk unggulan daerah Buleleng.

Produksi garam tradisional di Bali memang menjadi bagian penting dalam mendukung perputaran ekonomi lokal, selain sebagai pelengkap masakan, utamanya juga disediakan sebagai bahan baku untuk industri spa, yang banyak digunakan oleh wisatawan.
Selain itu, pemerintah Provinsi Bali juga terus berupaya untuk meningkatkan produksi garam tradisional ini, guna mengurangi ketergantungan impor garam sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani lokal.
Sri Anggraini, staf Dapur Bali Mula, restoran dengan cita rasa otentik dan suasana khas Bali zaman dulu yang berkonsep rumahan tradisional, biasa mendampingi para petani untuk memberikan penjelasan produksi garam dan arak Bali kepada para pengunjung.
Sri mengungkapkan, Garam Les adalah garam laut alami yang dibuat secara tradisional dengan metode penguapan di atas batang kelapa guna menghasilkan garam berkualitas tinggi yang kaya mineral alami.

Proses pembuatannya dilakukan dengan mengambil air laut, kemudian disaring di atas petak-petak tanah, ditampung dalam wadah berbentuk kerucut dari anyaman bambu yang disebut tinjung.
Selanjutnya tinjung diletakkan di atas batang kelapa berbentuk palung, air laut diuapkan selama beberapa hari hingga mengering dan membentuk kristal garam. Selanjutnya, garam yang sudah terbentuk dikumpulkan dalam wadah lalu ditiriskan dan dijemur hingga kering. Hasilnya, garam-garam Les berwarna putih bersih, tidak terlalu halus tapi tidak juga kasar.
“Kalau cahaya mataharinya bagus, proses pembuatannya hanya butuh waktu tiga hari saja. Tapi kalau mendadak hujan, dipastikan gagal,” ujar Sri.
Discussion about this post