“Dengan memastikan praktik perekrutan yang adil dan mengadopsi pengawasan yang responsif gender, perusahaan dapat meningkatkan kredibilitas dan keberlanjutan jangka panjang perusahaan baik di skala nasional maupun global, serta memastikan perlindungan hak-hak pekerja migran Indonesia,” ujar Shinta.
“Pembentukan Komite Pekerja Migran APINDO mencerminkan komitmen kami untuk meningkatkan kepatuhan standar ketenagakerjaan P3MI melalui penerapan responsif gender, perekrutan yang adil, dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab,” kata dia.
Savitri Wisnuwardhani, ketua tim dari Sekretaris Nasional JNM untuk penelitian bersama ini memaparkan hasil kajian awal terkait kesenjangan antara kebijakan dan praktik tentang perekrutan yang adil dan responsif gender.
Ia menegaskan bahwa 67 persen pekerja migran Indonesia yang umumnya perempuan yang bekerja di sektor rumah tangga dan keperawatan belum terlindungi oleh peraturan ketenagakerjaan negara tujuan.
Akibatnya, mereka rentan mengalami praktik rekrutmen yang buruk seperti jeratan hutang, penahanan dokumen, intimidasi, pungutan biaya yang besar, informasi yang tidak benar serta, tentunya, risiko perdagangan dan kerja paksa.
Guna terus mendukung upaya yang dilakukan Indonesia, Denis Chaibi, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam mengatakan, saat bermigrasi untuk mencari kesempatan yang lebih baik, perempuan dan anak-anak sering kali menghadapi risiko yang lebih besar.
“Uni Eropa berkomitmen untuk bermitra dengan Indonesia memastikan praktik-praktik rekrutmen yang adil dan etis untuk melindungi pekerja migran. Bersama kita dapat mentransformasi migrasi kerja menjadi kekuatan untuk kebaikan, memberdayakan individu dan memperkuat masyarakat,” imbuhnya.
Simrin C. Singh, Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, menekankan dukungan ILO yang diberikan melalui program PROTECT, yang mempromosikan pekerjaan layak dan mengurangi kerentanan mereka yang berisiko dengan memastikan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan, pencegahan dan penanganan terhadap perdagangan manusia, penyelundupan migran maupun kekerasan terhadap perempuan pekerja migran.
ILO mengapresiasi komitmen pemerintah Indonesia untuk tata kelola migrasi kerja yang responsif gender, lebih inklusif dan sejalan dengan standar ketenagakerjaan internasional, terutama Prinsip Umum dan Pedoman Operasional ILO untuk Perekrutan yang Adil dan Definisi Biaya Perekrutan dan Biaya Terkait.
“Upaya ini bertujuan untuk memastikan pelindungan dan akses ke pekerjaan yang layak yang merupakan hak pekerja migran, serta menjadi aspek penting dari keadilan sosial dan menjadi fokus utama Indonesia,” ujar Simrin. **
Discussion about this post