“Tiga Dara ini merupakan bukti karya tangan dingin A. Halim R. Sebagai sebuah bacaan, buku ini terasa amat bergizi yang memberi pengayaan dan pemahaman pada cerita fiksi berbalut khazanah kelokalan atau cerita rakyat yang begitu dekat dengan masyarakat Kalimantan Barat,” tuturnya.
Buku Cerita Rakyat Kalimantan Barat Tiga Dara yang diceritakan kembali oleh A. Halim R dengan gaya kekinian, diperbanyak oleh perusahaan media Buntat Betuah  dengan penerbit Topindo. A Halim adalah seorang tokoh budayawan, seniman, jurnalis dan pencipta maskot Kalimantan Barat, Enggang Gading dan Tengkawang Tungkul.
Buku setebal 245 halaman ini mengangkat cerita rakyat Kalimantan Barat dari Kapuas hingga Melawi. Tiga Dara yang dimaksud dalam buku cerita ini adalah Dara Nante, Dara Juanti, Dara Muning dan Bukit Kelam.
Terdiri dari empat bab, cerita Buku Tiga Dara dimulai dari Dara Nante, Putri Raja Labay Laway yang berada di pinggiran Sungai Kubu (Simpang Mendawai), sejak awal abad XIV.
Perjalanan sang putri Dara Nante menemukan ayah dari anaknya, digambarkan secara dramatis. Berbekal tampah ia menyusuri Sungai Kubu, memasuki Kapuas, hingga melewati persimpangan sungai, yang awalnya bernama Sukar Lanting (kini Sukalanting) .
Tampah sang putri inilah yang menjadi panduan, hingga bertemu Babay Cinga, ayah dari anaknya yang kemudian dinikahinya, dan mendirikan kerajaan baru bernama Sanga (kini dikenal sebagai Sanggau).
Bab ke dua cerita Dara Juanti pada akhir abad ke 14 hingga tahun-tahun awal abad 15. Dara Juanti putri bungsu Raja Jebair II pendiri Kerajaan Sintang, yang memiliki enam putra dan satu putri.
Ini merupakan kisah heroik Dara Juanti melawan Patih Logender dari Kerajaan Majapahit, untuk membebaskan enam saudaranya yang ditahan Patih Logender yang sakti dan tak terkalahkan.
Bab ke tiga cerita Dara Muning dari hulu Sungai Melawi, yang mendiami rumah adat besar di Nanga (muara) Sungai Serawai. Dara Muning dan Bujang Munang adalah legenda Lingga dan Yoni yang menjadi lambang pemujaan kepercayaan agama Hindu Syiwa.
Kisah Bukit Kelam di bab ke empat, merupakan hikayat Dara Simpan dan Bujang Beji, yang ingin membendung muara Sungai Melawi. Pertaruhan mereka berakhir tragis dan mengharukan. Asal muasal Bukit Kelam, berawal dari cerita cinta berbalut kesombongan. **
Discussion about this post