Kegiatan pangan murah, dinilai efektif dalam menekan angka inflasi karena langsung memberikan benchmark, Â tak hanya kepada pedagang tapi juga kepada petani dalam menjaga kestabilan harga.
Untuk pertumbuhan ekonomi Kalbar di tahun 2024, Anggini menyatakan optimis akan mencapai target pertumbuhan di kisaran 4,2 – 5,2 persen. Sementara target pertumbuhan nasional 4,7 – 5,5 persen. Potensi pertumbuhan ekonomi Kalbar didukung oleh sektor pertanian, perdagangan dan industri.
“Bauksit sudah dilarang ekspornya, tapi diganti dengan industri alumina yang diharapkan terus meningkat, terlebih ditunjang oleh pelabuhan Kijing. Ini akan sangat berpotensi bagi pertumbuhan ekonomi baru di Kalbar,” tutur Anggini.
Menurutnya, industrialisasi sudah terbukti memberikan peningkatan nilai tambah, terutama dari sisi hilirisasi CPO.”Ini yang menjadi kekuatan Kalbar,” katanya.
Potensi kekuatan Kalbar lainnya adalah UMKM, dan terus didorong oleh BI untuk berkembang hingga go ekspor dan go digital. UMKM binaan BI juga terus melesat, diakui dan memiliki buyer di luar negeri. Satu di antaranya adalah kopi Liberika Kayong Utara, yang baru saja menandatangani MoU dengan negara Tiongkok. Kopi Liberika Kayong kini menjadi pemasok di negara China tersebut.
“Kopi Liberika Kayong sekarang sudah ekspor ke negara Tiongkok. Selanjutnya, BI juga ada perwakilan di Singapura, Tokyo, London, New York, kita akan coba bantu ke sana juga,” tutur Anggini.
Sedangkan untuk produk UMKM tenun, di antaranya adalah wastra Pantang Ikat Sintang juga telah diakui negara luar, hanya belum dilakukan penandatanganan kerjasama. Menurut Anggini, produk wastra Kalbar selalu diikutkan dalam setiap even BI di luar negeri, dan selalu habis terjual. Ini menunjukkan, bahwa produk tenun Kalbar sudah diakui hingga di luar negeri. Hanya untuk kerjasama masih belum dilakukan, mengingat produknya masih belum mampu memenuhi permintaan.
“Kalau sudah ada kerjasama, kan sudah harus rutin, kontinyu produknya. Sedangkan wastra kita masih belum mampu memenuhinya, karena terkendala oleh bahan baku yang masih didatangkan dari luar daerah,” kata Anggini.
Beda dengan kopi Liberika Kayong yang sudah melakukan ekspor. Kopi Liberika Kayong sudah mampu mengatur masa tanam, sehingga produksinya tidak putus. BI sendiri selain mendorong, juga membantu peralatan yang dibutuhkan, seperti alat sortir kopi. Sebab, kalau untuk ekspor biji kopi dan kematangannya harus tetap sama. BI juga membantu sarana pengeringan atau rumah jemur yang ikut mempengaruhi rasa dari kopi.
“Kita bina dan dampingi hingga berhasil ekspor dan MoU di negara Tiongkok bulan Desember 2023 ini,” jelas Anggini.
Ke depan, BI juga tengah membidik produk unggulan Kalbar untuk menjadi pertumbuhan ekonomi baru, di samping pariwisata. **
Discussion about this post