Di sisi lain, pertumbuhan riil ekspor barang menurun, seiring pelemahan permintaan dari negara mitra dagang utama, terutama Tiongkok, dan penurunan harga komoditas, sedangkan ekspor jasa tetap tumbuh tinggi sejalan dengan kenaikan jumlah wisatawan mancanegara.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Sulampua, Kalimantan, dan Jawa. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan berada dalam kisaran 4,5 – 5,3 persen pada 2023 dan meningkat pada 2024.
“Berlanjutnya perbaikan ekonomi pada 2024, terutama didorong oleh permintaan domestik sejalan dengan kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), penyelenggaraan Pemilu, dan pembangunan lbu Kota Negara (IKN),” kata Anggini.
Pada kesempatan itu, Anggini mengajak untuk meningkatkan optimisme dunia bisnis dan iklim usaha, terutama di Kalimantan Barat, di tengah berbagai tantangan perekonomian global, mulai dari disrupsi rantai pasok yang kemudian berdampak pada inflasi.
“Kenaikan harga berbagai komoditas strategis di Kalbar perlu menjadi perhatian bersama, karena berpotensi dapat memberikan dampak pada penurunan daya beli masyarakat. Harapannya, realisasi inflasi Kalbar hingga akhir tahun 2023 dapat terjaga,” imbuhnya.
Acara Temu Responden yang dihadiri oleh Motivator Finansial Safir Senduk ini, merupakan bentuk apresiasi BI Kalbar kepada pelaku usaha yang telah mendukung dan berpartisipasi aktif serta membantu menyukseskan kegiatan survei dan liason yang dilakukan Kantor Perwakilan Bl Provinsi Kalimantan Barat.
Hasil survei yang dilakukan BI Kalbar, dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan otoritas kementerian/lembaga terkait dengan mengakses publikasi survei di website Bl.
“Khususnya hasil asesmen ekonomi Kalbar, dipublikasikan dalam bentuk Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Barat, yang diterbitkan dalam periode triwulan. Buku ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam menjalankan usaha maupun kegiatan akademis,” kata Anggini.**
Discussion about this post