Ada tiga aksi utama dalam pelaksanaan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu pengurangan emisi, pertahankan serapan, serta peningkatan serapan karbon.
Provinsi Kalimantan Barat sendiri, memiliki potensi besar dalam menyukseskan agenda nasional tersebut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 733 Tahun 2014, provinsi ini memiliki luas kawasan hutan mencapai 8.389.600 hektar, atau sekira 57,14 persen dari total luas wilayah Kalimantan Barat.
Kalbar juga memiliki luas kawasan gambut mencapai 2.793.331 hektar. Kawasan gambut tersebut, terbagi menjadi indikatif fungsi budidaya gambut dan indikatif fungsi lindung gambut di 699 desa.
Kawasan mangrove Kalbar mencapai 161.557,19 hektar, tersebar di Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang.
“Hutan mangrove mempunyai kemampuan 4-5 kali lebih besar dalam penyerapan karbon dibanding hutan mineral,” jelas Herlina dalam pemaparan materinya.
Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kalimantan Barat yang diwakili oleh Dwi Listyaningsih, Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir mengungkapkan, tanaman mangrove tersebar seluas lebih dari 137.600 km2, terdistribusi di Asia sebanyak 38,7 persen, Amerika Latin 20,3 persen, Afrika 20,0 persen, Oceania 11,9 persen, Amerika Utara 8,4 persen dan Eropa 0,7 persen.
“Mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon lebih baik dibanding ekosistem terrestrial. Karbon stok mangrove paling banyak di Indonesia, yakni 22,7 persen dari total global,” ungkap Dwi.
Dia menjelaskan, upaya konservasi mangrove dapat mengurangi 10 persen hingga 31 persen dari estimasi emisi tahunan pada sektor penggunaan lahan di Indonesia. Mangrove juga menjadi pelindung daratan dari naiknya permukaan air laut, angin kencang, ombak besar akibat perubahan iklim.
“Mangrove menyimpan carbon 800 hingga1200 ton C/ha (4-5 kali dari hutan daratan), 80 persen C tersimpan di dalam tanah. Pelepasan emisi ke udara pada hutan mangrove lebih kecil daripada hutan di daratan. Ini karena pembusukan serasah tanaman aquatic tidak melepaskan karbon ke udara,” tutur dia.
Menurutnya, konversi mangrove menjadi tambak baru, hanya akan menyebabkan carbon yang tersimpan di dalam tanah juga terekspose ke udara, sehingga menghasilkan emisi yang tinggi.
Tanaman mangrove yang mustinya terjaga kelestariannya, kini terancam adanya alih fungsi lahan menjadi industri, pemukiman dan tambak. Itu berdampak pada pencemaran limbah domestik dan limbah berbahaya lain. Meningkatnya illegal logging serta eksploitasi berlebihan, semakin meningkatkan laju abrasi dan potensi kehilangan stok karbon.
Mengantisipasi ancaman tersebut, BPSPL Pontianak melakukan monitoring ekosistem mangrove di Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Kecil (KKP3K) di Pulau Randayan dan Kendawangan. Juga melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove di Kabupaten Mempawah, Singkawang, Sambas dan Penajam Paser Utara. Sementara di Kota Singkawang dilakukan pembangunan Pusat Restorasi dan Pengembangan Ekosistem Pesisir (PRPEP).
Seminar yang berlangsung di Gedung Konferensi Untan ini, dilaksanakan oleh Biro Kelembagaan Divisi Kajian Strategis dan Advokasi (KASTRAD) BEM Fakultas Kehutanan Sylva Indonesia Pengurus Cabang Untan. Tujuannya, memberikan pemahaman secara mendalam mengenai peran mangrove dalam mendukung misi pemerintah menekan emisi dan mengajak mahasiswa atau publik untuk bersuara mendukung gerakan jaga laut Indonesia, melalui berbagai kegiatan Penjaga Laut maupun media sosial.
Lima narasumber dihadirkan dalam seminar tersebut, dengan topik-topik pembahasan yang menarik. Mereka adalah Ir. R. Andry Indryasworo Sukmoputro, MM, Kepala Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Kalimantan Barat dengan topik bahasan, Mangrove untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Kelautan.
Laili Khairnur, Direktur Gemawan dengan materi, Peran Lembaga Lokal dalam Mendorong Penguatan Anak Muda di Wilayah Pesisir Kalimantan Barat. Ada juga pemateri Shifa Helena, S. Kel., M. Si, Dosen Ilmu Kelautan Untan yang membahas Restorasi Pesisir: Dampak perubahan Iklim terhadap masyarakat pesisir dan strategi pemilihan spesies tanaman, untuk mendukung rehabilitasi pesisir.**
Discussion about this post