Bahkan seorang pakar gempa Turkiye mendesak pemerintah negara ini memeriksa retakan pada beberapa bendungan yang berada di kawasan gempa guna mengantisipasi kemungkinan bendungan-bendungan itu jebol, sehingga menciptakan banjir bandang.
Sebagian wilayah Turkiye berada persis di atas Lempeng Anatolia yang memiliki dua patahan besar, yakni Patahan Anatolia Utara dan Patahan Anatolia Timur. Lempeng ini bersinggungan ke selatan di Lempeng Arab. Karena letak geologisnya, itu seperti beberapa wilayah Indonesia dan negara-negara rawan gempa lainnya seperti Iran dan Jepang, Turkiye adalah satu dari zona-zona gempa paling aktif di dunia.
Gempa berkekuatan hampir sama, tepatnya Magnitudo 7,4, pernah mengguncang Turkiye pada 1999 dan menewaskan lebih dari 17.000 orang, termasuk sekitar 1.000 orang di kota terbesar di negara itu di Istanbul.
Seismolog dari USGS, Susan Hough dalam sebuah unggahannya di Twitter menyebut, bahwa gempa tersebut amat mematikan dan berdampak luas karena lokasi dan kedalamannya yang dangkal.
Jumlah korban yang tewas terus bertambah. Data terbaru hingga pagi ini, Selasa 7 Februari 2023 jumlahnya mencapai lebih dari 3.800 orang di kedua negara.
Dikutip dari laporan media lokal setempat, Wakil Presiden Turkiye Fuat Otkay menyebut, sebanyak 7.840 orang berhasil dievakuasi hidup-hidup dari puing-puing, setelah 4.748 bangunan hancur.
Sementara itu, di Suriah, sebanyak 1.444 orang telah ditemukan tewas akibat gempa, sedangkan sekitar 3.500 orang terluka. Angka itu dilaporkan oleh Pemerintah Damaskus dan petugas penyelamat di wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak. Dengan ini, jumlah korban tewas akibat gempa di kedua negara bertetangga itu mencapai 3.823 jiwa. **ant/berbagai sumber
Discussion about this post