BANK Indonesia Perwakilan Kalimantan Barat (KPwBI), menghadirkan dr Andhika Raspati, Sp.KO untuk membagikan tips kesehatan di hadapan para responden bank sentral ini. Gaya hidup sedenter, menjadi salah satu topik yang menarik untuk dibahas oleh dokter spesialis olahraga ini. “Jangan mengikuti gaya hidup sedenter atau mager (malas gerak). Ini berbahaya,” tegas Andhika.
Dalam acara Temu Responden KPwBI Kalimantan Barat, bertajuk Pola Hidup Sehat di Masa Pandemi, Kamis, 27 Oktober di aula kantor BI Pontianak, Andhika menjelaskan, gaya hidup sedenter, yakni gaya hidup yang kurang aktivitas. Bahkan kini sedang menjadi fenomena di Negara China, yang disebut kaum rebahan.
Di Indonesia, rebahan bisa juga disebut sedenter atau mager alias malas gerak, yakni masyarakat yang memilih rebahan menjadi pilihan menarik. Padahal, menurut Andika, ini berbahaya bagi kesehatan dan berat badan.
Orang dengan gaya hidup sedenter, lebih sering duduk atau berbaring ketika melakukan berbagai aktivitas, seperti membaca, mengobrol, menonton televisi, menggunakan telepon genggam atau komputer. Orang-orang sedenter atau malas bergerak ini, malah akan didekati penyakit, seperti sakit, jantung, darah tinggi, kolesterol, bahkan bisa terkena penyakit kanker.
“Ingat, di Indonesia itu, pembunuh tertinggi adalah penyakit jantung,” tegas dokter Andhika dalam gaya santainya.
Banyak masalah menarik yang diungkapkan dr Andhika, di antaranya adalah tentang detak jantung maksimal, sekaligus meluruskan sejumlah salah kaprah yang menyertainya. Dokter muda yang viral di media sosial ini bilang, bahwa detak jantung ada rumus perhitungannya.
“Pernah dengar, bahwa yang namanya jantung itu musti dipantau dan ada hitungannya. Mungkin rumus yang paling terkenal, yang suka beredar di grup WhatsApp itu adalah, 220 dikurangi usia. Kalau ada yang pernah dengar, itu valid,” kata dia.
Rumus paling sederhana adalah 220 dikurangi usia seseorang. Misalnya Anda berusia 40 tahun maka secara teori, nadi maksimal Anda 220 dikurangi 40 tahun yakni 180. Artinya detak nadi maksimalnya 180 kali per menit. Detak jantung sebaiknya dijaga di kisaran 70 persen dari detak maksimal.
“Artinya, kalau 180 maka 70 persennya paling cuma 120 atau 130-an. Itu kalau misalnya, kita pakai buat yang mengejar performa, banyak yang mengernyitkan dahi dan bilang: Hah segitu doang? Gue kalau gowes sampai 140, 150 bahkan ada yang 170, itu bagaimana?” ucapnya.
“Bisa enggak kita melewati nadi maksimal? Bisa, ternyata. Sudah banyak penelitian bahwa angka maksimal itu bukan berarti kita enggak bisa lewati. Karena saya banyak melihat orang-orang latihan, hingga mencapai 103 persen atau 105 persen,” kata Andhika.
Dia menjabarkan, fokuskan diri dengan mengukur denyut nadi. Caranya : 220 dikurangi usia. Untuk denyut nadi yang normal berkisar 50 – 85 persen dari 220 kurangi usia. Sebagai contoh jika usia 30 tahun maka 220 – 30 = 190. Batas bawah denyut nadi normal adalah 50 persen x 190 = 95 kali per menit. Sedangkan untuk batas maksimal denyut nadi normal adalah 85 persen x 190 = 161 kali per menit.
Discussion about this post